21

1.8K 337 42
                                    

Ia pikir ia sudah berada pada klimaks mimpi buruk, ternyata klimaks itu adalah puncak yang sangat panjang. Setelah pingsan, ia sempat terbangun, kemudian dalam pengelihatan samar-samar ia merasa masih bisa melihat leher Tia yang menganga. Mata Tia melotot, kepalanya tenggelam dalam kubangan darahnya sendiri. Kepala itu seperti matahari senja yang tenggelam ke dalam lautan di pantai tropis. Melihat itu, kesadaran Sri ikut kembali tenggelam.

Entah sudah berapa kali hal itu terjadi. Setiap kali ia terbangun, semangat hidupnya berkurang setengah. Lebih baik mati. Baginya, lebih baik mati. Itulah yang terlintas dalam pikirannya ketika sesekali ia tersadar, kemudian pingsan kembali.

Satu-satunya harapan yang masih Sri miliki adalah mimpinya yang ia alami dalam keadaan tak sadar. Ia mendengar suara sirine dari luar rumahnya. Kemudian suara seorang laki-laki yang menggunakan pengeras suara terdengar lantang menembus dinding-dinding rumahnya.

"Tempat ini sudah kami kepung! Menyerahlah sekarang juga!"

Ia tidak tahu apakah kata-kata itu yang sebenarnya diucapkan polisi ketika mengepung rumah orang, tapi itulah yang terbayang dalam mimpinya. Kemudian, terdengar suara pintu didobrak. Langkah-langkah kaki yang berat tapi penuh kehati-hatian terdengar bersusul-susulan. Ia melihat Aji mondar-mandir di hadapannya, sedang berpikir apa yang harus ia lakukan untuk melawan polisi. Polisi tidak tahu bahwa Aji memiliki sandera. Mereka bergerak maju menuju ruang kamar, sorotan lampu-lampu inframerah bergerak-gerak di setiap sisi dinding. Aji menarik tubuh Sri hingga berdiri, kemudian mendekapnya dari belakang sambil mengacungkan sebuah pisau dapur.

"Kalau kalian maju, perempuan ini akan mati!" kata Aji sambil bergerak mundur dan mengarahkan mata pisau ke leher Sri.

Seorang anggota polisi yang wajahnya mirip Joe Taslim maju ke depan mencoba bernegosiasi."Apa yang kamu inginkan? Sebutkan tuntutanmu!" ujar polisi itu.

Aji terdiam sejenak. Ia tak langsung menjawab. Memang apa yang ia inginkan? Ia hanya sosok gila, ia tak punya motif selain membuat Sri menjadi sama seperti dirinya. Tentu saja, menurut pengakuannya, ia hanya ingin membebaskan Sri dari belenggu pikirannya sendiri, entah apa maksudnya. Mungkin ia ingin Sri hidup bahagia, bebas menentukan nasibnya sendiri, meraih apa pun yang ia inginkan tanpa rasa takut, meski harus merampok satu-dua mobil atau menghilangkan satu-dua nyawa. Namun polisi tak mungkin mengabulkan tuntutan semacam itu.

Ia terus dibawa mundur oleh Aji hingga mereka berhimpit dengan tembok. Ia dapat merasakan napas Aji yang memburu tanda ia mulai panik. Penjahat seperti apa pun pasti akan panik jika dikepung oleh satu kompi polisi bersenjata lengkap. Apalagi polisi yang mengepung mereka tampak seperti satuan antiteror atau semacamnya.

"Katakan tuntutanmu sekarang juga. Kami akan mengabulkannya, tapi bebaskan sandera!" ucap polisi Joe Taslim sekali lagi.

Aji menarik napas dalam. Sri dapat merasakan jantungnya berdetak kencang. Ia pasti akan mulai teriak dan meracau. Jika itu terjadi, ia akan lengah dan memberi kesempatan Joe Taslim untuk menembak kepalanya. Headshot! Atau mungkin, mereka akan melakukan duel satu lawan satu dengan tangan kosong. Ada banyak properti yang bisa digunakan. Mungkin mesin jahit Sri bisa digunakan untuk saling menghantam.

"Aku mau minum kopi. Buatkan aku kopi, sekarang!" ucap Aji menyebutkan tuntutannya.

Para anggota polisi saling pandang, kebingungan. Namun akhirnya mereka pergi ke dapur dan menyeduhkan secangkir kopi hitam untuk Aji. Aji pun tertawa terbahak-bahak dan melepaskan Sri dari sekapannya. Ia menyeruput kopi itu dan mendesah nikmat, kemudian memuji kopi buatan para polisi sambil mengacungkan jempol. Sementara itu, Joe Taslim membawa Sri lari ke tempat yang aman, naik ke mobil polisi, kemudian mereka hidup bahagia selama-lamanya sebagai YouTuber.

Pertanyaan Paling AnehWhere stories live. Discover now