17

1.6K 330 10
                                    

Alkisah, tersebutlah seekor burung yang sejak kecil sudah hidup di dalam sangkar. Ia tak pernah menggunakan sayapnya untuk terbang, ia bahkan tak tahu bahwa ia bisa terbang. Untuk apa pula ia terbang? Majikannya selalu menyediakannya makanan dan minuman, mengobatinya saat ia sakit, dan melindunginya dari serangan pemangsa. Sang burung pun bernyanyi dan berkicau setiap hari agar si majikan merasa senang. Ia merasa bahwa ini adalah hidupnya, dan ia pun merasa bahagia. 

Memang, terkadang saat ia melihat keluar sangkar, ia akan merasa penasaran melihat ayam, kucing, dan burung-burung liar yang bisa bergerak bebas ke manapun mereka mau. Namun ia juga melihat mereka kelaparan, ditendang orang, atau terlindas mobil. Ia merasa, hidupnya jauh lebih baik.

Suatu hari datanglah burung liar ke dekat sangkarnya. Burung liar itu berkata,"Wahai saudaraku! Aku tahu kamu sudah lama terkurung di dalam penjara itu. Aku pun dulu sama sepertimu. Namun, jangan khawatir, aku tahu cara membuka pintu itu. Aku akan membebaskanmu agar kamu bisa terbang bebas sepertiku."

Di luar dugaannya, burung peliharaan yang hendak ia selamatkan itu malah menolak mentah-mentah pertolongannya.

"Saudaraku, maafkan aku. Aku menghargai niatmu, tapi aku tak mau pergi dari sangkar ini. Aku menyayangi majikanku dan majikanku sayang padaku. Ia merawatku dan aku menghiburnya. Kami saling percaya dan saling menghormati. Aku tak mau meninggalkannya, wahai saudaraku!"

Burung liar kesal mendengar jawaban burung peliharaan. Bagaimana mungkin ada tawanan yang menolak dibebaskan? Ia pasti sudah terkena Stockholm's Syndrome.

"Jangan mau dibohongi, wahai saudaraku! Kalau memang ia sayang dan percaya kepadamu, kenapa ia mengurungmu di dalam sangkar yang terkunci? Mengapa ia tidak membiarkanmu terbang di halaman rumahnya dan hinggap di dahan-dahan pohonnya semaumu? Bukankah dengan begitu ia tetap bisa memberimu makan dan kamu tetap bisa bernyanyi untuknya?"Burung peliharaan terdiam sejenak. Kata-kata burung liar sebenarnya bukan sesuatu yang baru baginya. Ia sudah lama memikirkan hal itu, tetapi ia masih belum menemukan jawaban yang memuaskan. Apa yang didapatnya selama ini baru berupa dugaan-dugaan dan keyakinan yang sulit dibuktikan.

"Pahamilah, wahai saudara liarku. Manusia tidak memahami bahasa burung. Wajar bila ia tidak tahu bahwa aku tidak akan kabur darinya. Karena itulah ia mengunci sangkar ini. Ini memang tidak menyenangkan, tetapi aku harus memaklumi hal itu," ucap burung peliharaan.

Burung liar terbang berputar-putar mengelilingi sangkar.

"Itu artinya ia tidak percaya kepadamu! Cintamu bertepuk sebelah tangan, saudaraku. Untuk apa kamu setia kepadanya? Hubungan kalian tidak setara. Aku yakin kamu pun menginginkan kebebasan sepertiku."

"Tidak, aku tidak menginginkan kebebasan. Aku menginginkan ketenangan," kata burung peliharaan.

"Baiklah kalau begitu."

Burung liar tiba-tiba saja mematuki pintu sangkar yang terkunci. Ia menggeser-geser dan menarik-narik tali yang mengikat jeruji besi. Burung peliharaan terkejut melihat tindakan burung liar.

"Apa yang kamu lakukan? Pergi kamu dari sini!"

"Aku ingin membukakan pintu ini untukmu!"

"Tapi aku sudah bilang bahwa aku tak ingin pergi dari sangkar ini!"

"Aku tidak memaksamu untuk pergi, saudaraku. Aku hanya memberimu pilihan—pilihan yang tidak pernah ditawarkan oleh manusia majikanmu itu."

"Apa maksudmu?"

"Sekarang pintu ini sudah tidak terkunci. Begini cara membukanya," kata burung liar, sambil mengetes membuka-tutup pintu sangkar itu, "kamu bisa tinggal di sana selama apa pun yang kamu mau, atau kamu bisa keluar dari sana kapan pun kamu mau. Kamu mengerti?"Setelah mengatakan itu, sang burung liar pun pergi. Ia terbang lagi ke angkasa dan menghilang di balik ranting-ranting pohon mangga.

Pertanyaan Paling AnehWhere stories live. Discover now