3. Foxglove

2.4K 140 2
                                    

Enjoy the music 👆 enjoy the story 👇

Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, usaha selama setahunku terkalahkan oleh seruan Laras bahwa anak pungut sepertiku tidak pantas jadi ketua OSIS

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, usaha selama setahunku terkalahkan oleh seruan Laras bahwa anak pungut sepertiku tidak pantas jadi ketua OSIS. Sialnya, seisi Triptha yang berisi anak-anak polos dan tak berdaya ini percaya padanya.

Rencanaku mengajak siswa-siswi Triptha jadi pemberani dan punya pendirian hilang sudah. Bagaimana aku bisa mewujudkan rencana itu tanpa lencana ketua OSIS?

Hampir setengah dari isi kotak suara dibacakan, tapi namaku baru terisi satu poin. Aku tau poin itu berasal dari Abel. Cuma dia yang memilihku jadi ketua.

Sampai pembacaan suara nanti akan berakhir, poinku tidak akan berubah, aku yakin itu.

"Nyesel gue satu tim sama lo, Ra." Oki, si gadis bermuka jutek tidak berhenti memakiku sejak menyadari kampanye kami sia-sia.

"Lo mau kemana, Ki?" tanyaku saat Oki bangkit dari kursi calon wakil ketua OSIS.

"Pergi. Gue harus cari cara gimana jelasin ke orang tua kalau gue gagal jadi wakil ketua OSIS karena lo," Oki meninggalkan aula dengan wajah memerah.

Aku menatap ke arah Abel yang duduk di bawah panggung sana. Meskipun dia satu-satunya orang yang memilihku jadi ketua, dia tetap tersenyum penuh harap ke arahku.

Semua teman-temannya memilih pasangan ketua dan wakil lain, tapi Abel dengan senang hati tetap memilihku. Aku bersyukur punya sahabat sepertinya.

"Suara ke-298 untuk Samara dan Oki!" seru laki-laki di depan papan tulis tempat seorang siswa mencoretkan poin kedua di samping namaku.

Tunggu, ada yang memilihku selain Abel? Siapa?

Aku melirik ke arah barisan penonton, aku sadar ada orang lain selain Abel yang sedang memperhatinkanku dengan ekspresi penuh harap, dia adalah Vicky.

🍁

Masih merasa tersiksa karena usahaku dihianati oleh hasil. Aku menghabiskan waktu di tepi pantai dan pulang lebih terlambat dari kata terlambat.

Bunda dan Papa kewalahan. Mereka hampir saja menelepon polisi sebelum akhirnya aku sampai di rumah. Mereka histeris bukan main.

"Dari mana saja kamu? Tadi Bunda telfon Abel katanya kamu sudah pulang, kata Bu Dewi kamu juga nggak ada di sekolah sejak jam sepuluh. Kemana saja kamu, Samara?!" Bunda menekan tubuhku ke pelukannya.

"Perlu papa suruh orang untuk jaga kamu?" papa berkacak pinggang dengan ekspresi cemas.

"Samara cuma dari kantor pos sebentar."

"Ngapain ke kantor pos?"

Aku berbohong. Surat yang sudah kusiapkan untuk diantarkan ke kantor pos masih utuh di dalam tas.

Bagaimana aku sempat mengirimkan surat-surat itu saat keadaan pikiranku kacau karena merasa gagal dan bersalah?

"Nggak papa nggak jadi ketua OSIS, sayang. Bunda sama papa sudah bangga dengan prestasi-prestasi kamu." Bunda mengelus punggungku.

EVIDEN (END)Where stories live. Discover now