11. Periwinkle

938 67 3
                                    

Enjoy the story enjoy the music 🤗

Layar laptopku memperlihatkan wajah datar Vicky

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Layar laptopku memperlihatkan wajah datar Vicky. Dia duduk di meja belajar, berlatarkan kamar asrama yang begitu rapi. Tangannya membawa bolpoin yang siap digunakan untuk menulis.

"Kita ngerjain pr bareng, tapi jawabannya mikir sendiri, ya," pesanku menghadap ke arah kamera.

Vicky mengangguk. "Nomor satu, apa hubungan antara konsep lokasi relatif dengan pertumbuhan di kota Jakarta?"

Aku menyimak soal yang Vicky baca. Menatap wajah Vicky yang terlihat bosan. Baru baca soal pertama saja sudah membuatnya gatal untuk menutup buku.

"Konsep lokasi relatif tau nggak?"

Vicky mengedikkan bahunya.

"Konsep lokasi relatif itu sama aja dengan letak sebuah tempat yang dilihat dari wilayah di sekelilingnya. Contohnya buku gue nih," aku memperlihatkan bukuku.

"Nah, kita lihat dari sudut pandang si pensil ini. Kita bisa bilang kalau buku Samara berada di antara dua buah pensil."

Vicky mengangguk paham. "Jadi, hubungan pertumbuhan di kota Jakarta dan konsep relatif itu apa?"

"Nah, bedanya kita membicarakan tentang pertumbuhan yang berarti sudut pandang kita di sini adalah sebagai manusia, bukan wilayah. Coba, kenapa pertumbuhan di wilayah Jakarta lebih baik daripada di wilayah pelosok?"

Vicky mengerling untuk berpikir. "Karena lebih banyak manusia yang tinggal di sekitar wilayah Jakarta daripada di pelosok."

"Itu untuk skala demografi, bagaimana kalau untuk skala lokasi?"

"Karena desa-desa di wilayah Jakarta lebih dekat dengan pusat industri?" tebak Vicky.

Aku menatap berbinar. "Pinter!"

Lesung Vicky muncul bersamaan dengan senyum di pipinya. "Gue nyontek soalnya."

Ekspresi antusiasku menciut. Aku mendengus sebal melihatnya memperlihatkan layar ponsel yang sejak tadi disembunyikan di bawah meja.

Pintu kamarku dibuka dari luar. Seseorang masuk dengan pakaian biru muda, aku sadar dia adalah Bunda.

"Bunda mau kemana rapi-rapi begitu?" tanyaku sambil memeriksa perhiasan yang beliau kenakan.

"Kamu siap-siap, ya. Bunda tunggu di bawah."

"Siap-siap kemana?" tanyaku dengan nada naik satu oktaf. "Rara lagi ngerjain pr, Bun."

Bunda tersenyum misterius. "Ke bandara."

"Hah?"

Bunda meninggalkan kamar sebelum memberiku penjelasan, aku menghela napas heran.

Vicky menatap penasaran. "Kenapa?"

Aku menghela napas kecewa. "Kayaknya, belajar kita hari ini ditunda dulu, deh. Bunda mau ajak gue ke bandara."

EVIDEN (END)Where stories live. Discover now