58. Orchid

230 35 2
                                    

Pengumuman kelulusan dilaksanakan hari ini, tepat tiga minggu setelah ujian Nasional terlaksanakan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Pengumuman kelulusan dilaksanakan hari ini, tepat tiga minggu setelah ujian Nasional terlaksanakan. Ekspresi-ekspresi lega terpampang jelas di wajah anak-anak kelas dua belas. Dengungan tangis bahagia memenuhi aula sekolah di siang yang mendung itu.

Aku melihat tanda LULUS di surat kelulusan yang baru saja kubuka atas aba-aba Bu Dewi. Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan dimana semua siswa diperbolehkan membawa orang tua ke sekolah untuk mendapatkan informasi kelulusan putra putri mereka secara langsung.

Penyebutan peringkat pararel membuatku berubah tegang. Layar monitor di samping podium menunjukkan barisan nama siswa yang berhasil masuk dua puluh besar dengan nilai terbaik.

Aku bangga akan diriku sendiri yang berhasil mendapat peringkat ketujuh sedangkan Abel di peringkat sepuluh. Aku lebih bangga lagi ketika melihat nama Vicky muncul di peringkat delapan belas.

"Selamat, sayang!" Bunda memelukku begitu erat. Mencium keningku dengan dengusan bangga.

Hingga acara kelulusan selesai dan tanggal wisuda diumumkan, akhirnya para walimurid dan siswa kelas dua belas dipersilahkan pulang ke rumah masing-masing.

Aku melepaskan diri dari naungan Bunda dan menemui Farel yang saat itu sedang berfoto dengan anak-anak kelas sebelas bersama sebuket bunga di tangannya.

"Hay, Ra!" Farel menatapku seolah tak pernah ada konflik di antara kami.

"Selamat, ya. Peringkat pararel pertama."

Farel mengangguk. "Selamat juga buat lo."

Aku menarik napas dalam. "Vicky di asrama nggak?"

Senyum Farel pudar. Kedua alisnya bertaut. "Vicky? Dia udah keluar dari asrama dari dulu, Ra."

"Sejak kapan?" Iris mataku bergerak gelisah.

"Kalau nggak salah, sejak dia mau pergi ke Houston sama lo. Dia udah nggak pernah ke asrama lagi."

Aku teringat dengan mimpiku. Perasaanku berubah tak enak. "Terus, dia tinggal dimana?"

Farel menggeleng miris. "Kurang tau, Ra."

"Ya udah, makasih ya." Aku berbalik dengan perasaan gundah.

"Samara!" pekik Farel membuatku menoleh ke arahnya lagi.

"Selamat, akhirnya lo bisa sama Aidan," katanya dengan nada berselimut penyesalan.

"Makasih."

Aku berjalan menyusul Bunda yang sedang mengobrol seru dengan Aidan. Aku berhenti dan memasang telinga, tapi mereka berdua justru menghentikan obrolan.

"Lagi ngobrol apa?" tanyaku. Memperlihatkan senyum lebar.

"Lo ngapain ngobrol sama Farel? Lo itu pacar gue!" tegur Aidan membuatku menautkan alis.

EVIDEN (END)Where stories live. Discover now