36. Lotus

489 53 4
                                    

"Apa keluhannya?" tanya Dokter Bimo setelah aku dan Vicky sampai di UKS

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Apa keluhannya?" tanya Dokter Bimo setelah aku dan Vicky sampai di UKS. Sepertinya hari ini banyak anak-anak sakit sehingga kami harus mengantri di baris kelima sebelum dapat kesempatan untuk konsultasi.

"Dokter gimana sih, udah jelas-jelas Vicky lebam-lebam kayak gini," protesku.

Dokter Bimo meraih kain kasa dan anti septik. "Perlu saya bantu?" tawarnya sambil menaikkan sebelah alisnya di balik kacamatanya.

"Nggak usah, Dok. Biar saya aja yang ngobatin Vicky."

Aku meraih kain kasa dan obat antiseptik dari tangan dokter Bimo dan menarik Vicky ke sebuah brangkar.

"Kamu yang pukul Vicky, Samara?" tanya dokter Bimo ketika aku menarik kelambu mengelilingi brangkar. Siswa di brangkar samping menatap kami dengan ekspresi curiga.

Dokter Bimo selalu kepo dengan urusanku. Entah kenapa itulah yang membuatku suka padanya daripada penjaga UKS yang lain.

"Bukan," sahutku untuk mengakhiri percakapan singkat itu agar aku bisa fokus kepada Vicky.

Aku menumpahkan antiseptik sebanyak mungkin ke kapas dan menempelkannya ke sudut bibir Vicky.

Rasa penasaran membuatku tak bisa fokus. Bagaimana semua ini terjadi dan siapa yang memukul Vicky membuatku tak bisa fokus mengobatinya.

Napas Vicky semakin tenang. Emosinya sudah tidak sekuat tadi. Kesempatanku untuk bertanya semakin besar.

"Lo berantem sama siapa?" tanyaku dengan nada lebih mirip bisikan agar tidak ada yang bisa menguping pembicaraan kami.

"Lo tau siapa."

Aku belum pernah melihat Vicky bertengkar dengan siswa manapun di sekolah ini kecuali ...

"Lo berantem sama Alam?"

Vicky mengalihkan pandangan.

Aku teringat kejadian itu lagi, saat Vicky melumpuhkan Alam di taman hanya untuk membelaku. "Nggak usah cari masalah sama dia lagi, Ki. Anggap aja dia nggak pernah ada."

Antiseptik di tanganku nyaris terjatuh ke lantai ketika aku mengingat bagaimana ekspresi tak bersalah Alam setelah aku tau dia membuatku kecewa.

"Lo masih suka sama dia?" tanya Vicky membuatku menggeleng cepat-cepat. "Lo nggak akan pertahanin hubungan sama dia, kan?"

"Lebih baik kehilangan dia daripada kehilangan lo," sahutku.

"Karena ada Aidan?" tanya Vicky membuatku mendongak menatapnya.

"Karena sekarang Aidan di sini dan lo akhirnya bisa lupain Alam? Gue senang dengarnya," jelasnya.

Aku menggeleng. "Enggak."

Aku menempelkan kapas terlumur antiseptik ke pipi Vicky yang berdarah. Rasa penasaranku kembali menyita pikiranku.

"Beneran lo dihajar sama Alam? Dia balas perlakuan lo semalam?"

EVIDEN (END)Where stories live. Discover now