28. Alamanda

567 52 2
                                    

Vicky tidak berangkat sekolah hampir seminggu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Vicky tidak berangkat sekolah hampir seminggu. Aku mencarinya kemana-mana, tapi tidak ada yang tau keberadaannya.

Aku menelfonnya dan dia bilang dia ada di apartemen. Ketika aku bertanya apartamen apa yang ia maksud, dia tidak menjawab telefonku lagi.

Karena ketidakhadiran Vicky, aku belum menjawab pertanyaan Alam tentang kepastian hubungan kami. Kami masih terus bersama meskipun Alam sering menghindar untuk latihan maupun ingin mengerjakan tugas.

Hubungan kami masih seperti biasa, belum ada kemajuan, kecuali bibit-bibit cinta yang kuyakini keberadaannya di dalam hatiku.

Abel akhirnya diperbolehkan pulang. Itu adalah kebahagiaan paling berkesan minggu ini. Perban-perbannya sudah dilepas. Lukanya sudah mengering dan hampir menghilang. Dia juga sudah tidak bergantung pada infus lagi.

Abel sudah bisa tersenyum seperti dulu meskipun kini dia bergantung dengan kursi roda yang membuatnya tak bisa berdiri dengan sempurna.

Sudah kubilang, Abel itu kuat. Dia selalu berhasil keluar dari rasa sakitnya entah bagaimana caranya.

Aku mendorong kursi roda Abel ke dalam kamar tamu yang berada di samping kamarku. Kamar tamu itu sudah disulap menjadi kamar Abel begitu Abel pulang dari rumah sakit.

Kami baru saja dari kamar Niko untuk membantu anak itu belajar. Sekarang Niko sudah tertidur sehingga kami memutuskan untuk keluar dari sana.

"Bel, lo ada rencana untuk berangkat sekolah, kan?" tanyaku sambil mendudukkan diri di atas tempat tidur. Abel masih berada di kursi rodanya.

Abel tertunduk sedih. "Kalau dipikir-pikir buat apa gue sekolah kalau ..." dia tidak melanjutkan kalimatnya.

Aku tau apa maksud kalimat yang hilang itu. Dia ingin bilang kalau dia tidak akan bisa menari lagi, padahal selama ini tujuannya berangkat sekolah memang untuk menari.

"Gue bukan cheerleader lagi," sambung Abel dengan nada miris.

"Lo masih punya nilai akademik yang harus diperjuangkan. Lo bilang lo mau cari beasiswa untuk bisa sekolahin Niko. Lo nggak perlu dance untuk bisa dapat beasiswa, Bel," jelasku dengan nada optimis.

"Iya, tapi beasiswa apa yang bisa gue dapetin kecuali beasiswa dari kompetisi dance?"

"Kaki lo yang cidera, tapi otak lo jangan." Aku menunjuk lutut Abel lalu keningnya.

"Masih banyak beasiswa yang bisa lo dapetin. Kalau lo mau, gue bisa rebutin beasiswa milik anak-anak IPA. Tapi syaratnya, lo harus sekolah dulu."

EVIDEN (END)Where stories live. Discover now