06 - gundah

12 0 0
                                    

Farah merebah. Selimut ditarik.

Ia sudah memejam ketika sayup-sayup terdengar sirene.

"Hm...?" gumamnya dengan mata mengatup. "Kebakaran di mana itu...?"

Suara sirene makin terdengar jelas. Seperti mendekat. Farah akhirnya sadar telah salah menerka.

"Bukan...," ralatnya masih memejam. "Kayaknya ambulans. Hm...."

Siulan sirene bertambah. Tumpang tindih.

"Ngh...!" Farah mulai gelisah. "Tambah banyak? Ada kecelakaan?"

Suara sirene-sirene itu tak kembali menjauh seperti biasanya. Farah seketika celik.

"Kok, nggak pergi-pergi? Kecelakaannya di dekat sini, ya?"

Tiba-tiba, senyap.

"Benar-benar berhenti dekat sini! Pasti di Ahmad Yani!"

Farah bergegas turun dari tempat tidur, menyalakan lampu kamar, lalu mengambil ponsel di meja belajar.

"Kok, jadi kepikiran Kak Via? Kak Via sudah pulang belum, ya? Semoga nggak apa-apa!"

Baru saja Farah mengetuk PIN, ponselnya serta-merta bergetar. Sejumlah pesan masuk bertubi-tubi. Semuanya berasal dari grup kelas.

"Kecelakaan, budaaaaak! Ahmad Yani berdarah!" tulis seorang temannya.

"Ahmad Yani mane?" dibalas tanya oleh yang lain. "Bapaknye Rahmad?"

"Bukan name bapak Rahmad! Name jalan!"

"Oh."

"Ahmad Yani di manenye tuh?"

"Depan kompleks rumah aku!"

"Gang Purnama Baru?"

"Tempat budak-budak mabok!"

"Iye!"

"Tak jaoh dari rumah Farah?"

"Iye."

"Ape pulak Farah kau sebot? Udah tidok die."

"Online die tuh! Ngintip die di sini."

"Bodo!"

"Farah, I love you!"

"Bale!"

"Bapak aku tadik lewat sanak. Banyak yang mati ketenye!" potong yang lain.

"Benarlah?"

"Berape banyak yang mati?"

"Ih, seram. Takot aku besok lewat sanak!"

"Aku kawankan. Tenang jak kalau dengan aku."

"Tak sudi!"

"Tadik Farah, sekarang Susan. Jadi-jadilah!"

"Oke, siap."

"Kecelakaan ape, tuh? Tabrakan ke?"

"Tak tahu kamek. Baru jak datang nih ha. Baru nyampai TKP. Gile aspalnye. Merah! Darah semue!"

"Jangan sampai kau kirim fotonye ke sinik ye. Kublokir kau!"

"Iyeee!"

Akan tetapi, ia tetap mengirim sejumlah foto. Menampakkan kerumunan orang-orang, garis polisi, deretan ambulans, serta seorang pemuda berwajah pucat meringkuk di bawah tiang lampu jalan dengan kening lebam.

Farah kenal laki-laki kurus itu. Ia memang tidak tahu namanya. Akan tetapi, wajah orang yang hampir memeluknya dengan mulut bau menyengat takkan mungkin dengan mudah ia lupa.

VIA Bagian PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang