18 - licik

7 0 0
                                    

Mita baru tiba di meja kerjanya. Belum ia duduk, Yasmin lekas-lekas bangkit dan mendekat.

"Eh, eh!" tegurnya. "Aku dapat kabar angin. Katanya, kau pacaran dengan mahasiswa sini. Apa itu benar?" Gosip tentang Mita sudah ia dengar sejak kemarin. Namun, baru kali ini ia bisa berjumpa dengan orang yang bersangkutan. Ia bisa saja tanya via chat, tapi bertanya langsung jauh lebih gereget.

"Aduh?" Mita pura-pura kaget. Lalu, dirinya pun menyahut enteng, "Kalau sudah cinta, mau diapakan lagi?"

Yasmin geregetan. Ingin ia jewer kedua pipi Mita. Dosen baru itu tiba-tiba saja bertampang lugu. Kontras dengan pembawaannya selama ini yang dikenal anggun.

"Tapi, apa kau tidak kasihan dengan pacarmu? Aku dengar juga, ia kadang dikerjai di kelas."

Mita mendesah. Ia lalu berucap dengan suara yang mudah didengar siapa saja dalam ruangan itu, "Aku pernah tanya dengannya siapa yang suka berbuat tak baik padanya di kelas. Kau tahu apa yang ia jawab?"

Yasmin menggeleng.

"Tidak apa-apa. Itu bukan masalah besar. Aku tidak suka membesar-besarkan masalah."

"Wah..., dia bilang begitu?" Yasmin seolah takjub.

"Iya," jawab Mita bangga. "Dia itu memang lebih muda, tapi jiwanya lebih bijak dibanding orang-orang yang katanya sok intelek. Orang-orang yang hanya bisa merundung orang lain, itu menandakan bahwa mereka bukanlah lelaki sejati. Aku sangat-sangat benci orang-orang seperti itu."

"Ouh...!" Yasmin manggut-manggut.

Bagi beberapa dosen pria yang ada di sana, ucapan Mita amat menohok. Mita pun tersenyum puas di lubuk hatinya.

"Ini adalah perbuatan licik pertama yang pernah aku lakukan," batinnya kemudian.

***

Toilet kampus. Seorang mahasiswi tengah merapikan dandanannya ketika isak tangis sayup-sayup terdengar. Ia segera berpaling pada temannya yang sudah siap untuk pergi.

"Hei, kamu dengar?" tegurnya.

"Dengar apa?" balas temannya yang berambut pirang.

"Sepertinya, ada yang menangis."

Keduanya memasang kuping. Tangis yang semula sayup, pelan-pelan mulai terdengar jelas. Seperti berasal dari sebuah bilik paling ujung di toilet. Pelan-pelan, mahasiswi yang hendak berdandan itu mulai meninggalkan cermin. Temannya yang pirang mengekor.

"Halo. Siapa itu? Anda baik-baik saja?"

Tidak ada yang menyahut. Tangis dari kamar paling ujung semakin jelas. Mereka terus mendekat.

Namun, teringat akan sebuah kisah, mahasiswi berambut pirang tiba-tiba berhenti. Lengan sang teman ia rangkul erat-erat, hingga tak mampu terus melangkah.

"Jangan gegabah, Agnes. Kau tak pernah dengar cerita tentang toilet ini?"

Sang teman dengan rambut hitam sebahunya hanya menggeleng.

"Pernah ada yang bunuh diri di toilet ini. Di kamar itu. Walau sudah tiga tahun, aku rasa arwahnya masih gentayangan." Beberapa mahasiswi yang ikut kegiatan malam di kampus mengaku pernah melihat seorang gadis berambut panjang menyelonong masuk ke kamar itu. Setelah masuk, tidak pernah keluar lagi.

"Ah, mustahil. Ini masih siang. Mana ada hantu siang bolong begini."

"Ini zaman modern. Siapa tahu, hantu tidak hanya keluar malam."

"Ada-ada saja." Agnes berbalik hendak ke luar.

Mahasiswi berambut pirang tersebut kembali menahan. "Untuk memastikan saja. Coba kamu lihat kakinya."

VIA Bagian PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang