MORA PINGSAN

90 9 0
                                    

"Mora, lo jangan kaya gini dong! lo harus tenang."

Sebisa mungkin Cia menenangkan Mora didalam dekapannya. Saat ini Shaka sedang berada diruang ICU.

"Gue gak bisa nolongin dia Ci!"

Air matanya silih berjatuhan ke pipi mulusnya. Bayang-bayang ketika Shaka dipukul dengan keras terus terngiang di kepala. Ia jadi menyesal telah menyaksikan perkelahian Shaka lewat cctv komplek.

Mora mengeratkan lagi pelukannya kepada Cia, ia mencoba mengusir bayang-bayang itu.

Revan yang sedang berdiri pun lantas berjalan menghampiri mereka.

"Udah Ra! Shaka orangnya kuat dia gak selemah itu," ujarnya.

Mora menyeka air matanya. "Makasih ya Kak."

Revan mengangguk.

Mora tidak tau lagi apa yang akan terjadi pada Shaka seandainya lelaki itu dibegal ditempat lain. Nyatanya Tuhan masih berpihak padanya. Shaka jadi bisa langsung ia bawa ke rumah sakit.

Walaupun memang semenyakitkan itu melihat teman terdekat terluka seperti tadi.

Mora yang termenung sontak melepaskan pelukan Cia ketika Dokter keluar dari ruangan Shaka.

"Apakah ada wali pasien?" tanya Dokter.

"Saya saudaranya Shaka dok," ucap Revan berbohong.

Dokter mengangguk. "Mari ikut saya sebentar ke ruangan."

Revan menoleh kearah Cia. Ia mendapatkan anggukan darinya. Tak apalah, ia akan menjadi wali penggantinya sekarang. Ia juga ingin tahu lebih lanjut tentang keadaan Shaka.

"Baik Dok," jawab Revan.

...

"Kepala pasien mengalami luka yang cukup parah karena mendapat benturan keras dari luar," jelas Dokter.

Revan terdiam mendengarkan.

"Kemungkinan besar untuk sadar hari ini sepertinya tidak, pasien membutuhkan waktu yang lama untuk pulih dari masa kritisnya."

"Tapi sodara saya udah baik-baik aja kan Dok?" tanya Revan.

"Keadaannya mulai membaik sekarang karena langsung ditangani oleh medis."

Revan menghela napasnya. "Syukurlah."

"Terimakasih Dok, kalo begitu saya pamit dulu!" Revan beranjak dari duduknya.

"Baik silahkan," jawab Dokter.

...

"Maafin gue ya Ka, gue gak bisa nolongin lo!"

Mora menggenggam tangan Shaka yang sudah tertempel oleh jarum infus di punggung tangannya. Perasaannya sedikit lega sekarang walaupun Shaka belum sadar. Setidaknya ia bisa menghilangkan pikiran negatif yang sempat menghantui benaknya.

Cia yang berdiri disampingnya pun mengusap pelan pundak Mora. Ia mengerti jika gadis itu sangat khawatir pada Shaka, toh memang mereka berteman sejak SMP.

LEOMORA Where stories live. Discover now