Tujuh

8.1K 1.4K 138
                                    

Keesokan petangnya, setelah pergi dari rumah Raka, aku mampir ke minimarket terdekat untuk membelikan berbagai permen dan cokelat kesukaan Bulan. Aku sempat ragu, karena yah, aku sedang menabung, ingat? Tetapi kupikir, berbaikan dengan keluarga sendiri lebih penting daripada berbaikan dengan dompet.

Begitu meletakkan sepeda di garasi, aku segera masuk ke rumah dan melangkah menaiki tangga. Aku ke kamar, mengganti seragamku dengan piama, lalu kembali melangkah ke luar. Langkahku berhenti di depan pintu kamar Bulan.

Sambil menenteng plastik belanja, aku mengetuk pintu itu. Kemudian, aku membukanya dan masuk ke kamar. (Ngomong-ngomong, AC Bulan sudah diganti. Kamarnya sekarang tidak sumpek lagi.)

Yang kulihat adalah Bulan yang sedang duduk di kursi belajarnya (lagi). Dia sempat menoleh. Namun, begitu mendapati bahwa yang memasuki kamarnya adalah aku, dia mendengus dan membuang muka.

Rasanya aku ingin menangis menyaksikan itu, tetapi, aku tahu aku pantas mendapatkannya setelah apa yang kulakukan kemarin.

Dengan gugup, aku berjalan menghampiri Bulan. Aku berhenti di sebelahnya. "Ng ... lo mau cokelat, enggak? Ada Yupi juga," kataku seraya mengangkat plastik belanja.

Bulan memutar kursi belajarnya hingga menghadapku dan meneliti plastik itu. Dahinya berkerut, tampak menimbang-nimbang sebentar. Aku menunggu dengan gelisah. Akhirnya, dia mendengus. "Permintaan maaf diterima," katanya. Diambilnya plastik di tanganku.

Sambil terkekeh lega, aku duduk di kasur Bulan. Aku sempat berpikir untuk meminta maaf secara resmi sekarang—namun lagi-lagi, keinginan itu dikalahkan gengsi. Jadi, aku hanya memgamati Bulan yang sedang membuka bungkus Yupi cacing.

"Ngomong-ngomong, tumben lo duduk di sana buat belajar," kataku sambil mengarahkan daguku ke buku tulis yang terbuka di permukaan meja. "Biasanya, kalau lo duduk di sana, yang ada di depan lo layar laptop, bukan buku tulis. Lagian, buku tulis lo biasanya cuma dikeluarin buat dijadiin kipas."

"Nilai gue merah semua, inget?" balas Bulan dengan sinis. Dia terdiam sebentar sambil mengunyah-ngunyah. Lalu, dia menambahkan, "Kemaren malem, Mama Papa ngomong ke gue, nyuruh gue untuk belajar dan semacamnya. Tapi kayaknya, percuma aja gue belajar sekarang. Telat. UN tinggal beberapa bulan lagi."

Mendengar itu, aku tersenyum. "Bulan, enggak ada kata telat untuk belajar. Terlambat itu cuma alasan yang dipakai orang-orang untuk menyerah sebelum memulai."

Bulan berhenti mengunyah dan menatapku penuh selidik. "Lo habis nonton Mario Teguh, ya?" tanyanya.

Aku memutar bola mata. "Enggak," jawabku. "Lagian, UN memang tinggal beberapa bulan lagi, tapi coba lo bayangin. Kalau lo enggak belajar karena mikir, 'Ah, ngapain gue belajar? Toh, UN sebentar lagi. Gue enggak bakal dapet apa-apa,' lo bener—lo enggak bakal dapet apa-apa. Tapi kalau lo belajar, meskipun sedikit, lo seenggaknya dapet sesuatu, kan? Apalagi, kalau lo serius dan konsisten, lo mungkin bisa ngejar seluruh materi."

Setelah aku mengatakan itu, Bulan termenung cukup lama. Akhirnya, dia menghela napas. "Ya udah. Gue bakal coba belajar."

Aku mengangguk puas. "Bagus, deh. Belajar yang rajin. Daripada mikirin cowok melulu, kan?" Aku berpikir sebentar, lalu menambahkan, "Ya, tapi jangan kayak Bintang juga. Dia, mah, aseksual. Mungkin nanti dia bakal fragmentasi kayak Platyhelminthes."

"Hah? Kepala Bintang kepites?"

"Hah?"

Bulan memandangiku dengan tampang kebingungan. Tetapi sedetik kemudian, wajahnya berubah serius. "Eh, tapi kayaknya Bintang mulai naksir cewek, deh."

Saking terkejutnya, aku terbatuk karena tersedak ludah sendiri.

"Serius?" tanyaku dengan mata membulat. Maksudku, "Bintang" dan "naksir cewek" tidak mungkin bersebelahan dalam satu kalimat! Dia bahkan tidak pernah memikirkan cewek. Yang ada di pikirannya hanya hal-hal absurd dan tidak penting, seperti bagaimana cara mengeja Smitty Werbenjagermanjensen dengan lancar atau semacamnya. Kalaupun pernah, pastinya yang dia pikirkan adalah cara membuat saudara-saudara ceweknya gila.

A Babysitter's DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang