Sembilan Belas

14K 1.7K 459
                                    

"Halo?"

"Eh ... halo," kataku. Aku bisa merasakan jantungku berdebar tidak karuan. "Ini gue."

"Gue tahu. Kenapa?"

Ya Tuhan. Kenapa hanya mendengarnya mengatakan 'gue tahu' bisa membuat jantungku mau meledak begini??

"Ng ... besok pertandingannya jam berapa, Ngga? Gue lupa."

Yang berada di seberang sambunganku ini adalah Rangga. Sebenarnya, tujuanku meneleponnya hanya untuk memberinya semangat supaya menang. Tapi, mengatakan itu saja pasti terdengar superaneh. Jadi, aku berdalih lupa waktu pertandingannya.

Aku bisa mendengar Rangga mendengus. "Kayaknya kemarin gue baru ngabarin lo, jadwal gue jam berapa," katanya.

Aku meringis. "Jadi, jam berapa?"

"Setengah sembilan."

"Oh, oke."

"Lo datang, kan?"

"Tenang aja. Gue udah siapin handuk sama botol minumnya," jawabku, membuat Rangga terkekeh.

Tidak ada yang bicara selama beberapa saat. Anehnya, Rangga pun tidak menutup panggilannya, seolah dia menikmati keheningan di antara kami—seperti yang sedang kulakukan saat ini.

Aku menempeleng kepalaku sendiri. Mikir apa, sih, aku? Jangan berharap yang tidak-tidak, deh!

"Ngga," panggilku akhirnya. "Lo harus menang, ya?"

Rangga terdiam.

"Enggak harus sampe final," tambahku, mengikuti kata-kata Bintang. "Seenggaknya, menang sekali aja. Kata lo, tim lo percaya kemampuan lo. Kalau gitu, gue juga. Lo pasti bisa menang. Lo harus menang."

"Kenapa gue harus menang?"

"Ya, enggak apa-apa," jawabku cepat-cepat. "Maksud gue, kan gue udah repot-repot bawain handuk dan botol minum buat lo. Sayang tenaga gue kalau lo enggak menang."

Rangga mendengus geli. "Oke, oke. Semoga aja gue menang," balasnya.

Setelah mengakhiri percakapan kami, aku mengempaskan tubuhku ke atas kasur. Aku mendesah panjang. Tanpa sadar, aku tersenyum. Aah! Ini pertama kalinya aku mengobrol dengan Rangga lewat telepon!

Tidak. Aku segera menggeleng-gelengkan kepalaku kuat-kuat. Sekarang tidak ada waktu untuk memikirkan itu. Aku harus melaksanakan tugas selanjutnya—menelepon Tante Eva!

Aku buru-buru bangkit ke posisi duduk. Kubuka daftar kontak di ponselku untuk mencari kontak Tante Eva. Setelah menemukan kontaknya, aku menekan simbol telepon. Aku telah merancang percakapan sedemikian rupa. Doakan saja semoga aku berhasil.

Beberapa detik kemudian, panggilanku diangkat.

"Halo, Rinai?" kata Tante Eva.

"Halo, Tan," kujawab. "Ng ... Tante enggak lagi sama Rangga, kan?" Aku harus memastikan Rangga tidak tahu rencanaku.

"Enggak, kok. Kamu ada perlu apa?"

"Gini, Tan." Aku meremas-remas seprai kasurku. "Besok pagi, aku mau ngajak Raka jalan-jalan. Tante juga boleh ikut, lho! Malahan, Tante harus ikut. Tante belum ada rencana apa-apa, kan, buat besok?"

"Belum, sih ...." Di seberang sambungan, Tante Eva bergumam. "Emangnya kamu mau ajak kita ke mana, Rin?"

"Ada, deh. Pokoknya, Raka pasti suka!" Aku tidak sepenuhnya berbohong. Jelas Raka pasti suka. Tante Eva yang tidak.

"Hmm, besok, ya ..." gumam Tante Eva lagi. "Wah, boleh, deh. Tante juga butuh jalan-jalan setelah seminggu ini pusing ngurusin kerjaan."

A Babysitter's DiaryOù les histoires vivent. Découvrez maintenant