Kosekuensi Sebuah Hubungan!

2.1K 197 18
                                    

TYPO HARAP MAKLUM

Lets Vote & Comments

***

Duduk di bangku kayu yang sudah usang dimakan usia. Bersandar lemas berpayung pohon mangga cukup rindang daunnya. Pohon yang tumbuh di depan warung Bi Sofia, Basecamp kami. Lumayan untuk sekadar berlindung dari sengatan sang mentari siang ini.

"Nal, permintaan Veranda'kan sederhana. Dia cuma ingin terus sama loe. Nggak ada yang aneh, apa yang musti loe pusingin?" Kata Boby yang datang bersama Maul menghampiriku dan ikut duduk di bangku kayu samping kanan kiriku. Boby di samping kiriku dam Maul di samping kananku.

"Tul! Gue sependapat sama Boby kali ini. Gak ada yang aneh pada permintaan itu, trus apa yang loe perlu pusingin?" Kata Maul sambil menepuk pundakku.

Memang nggak ada yang aneh dari permintaan Veranda. Dia ingin aku terus berada di sisinya dan selalu mencintai dia. Tapi ada satu hal yang mungkin Veranda lupakan, yaitu keadaan ekonomi kehidupanku yang sulit untuk melakukan itu.

Kami sekarang sudah kelas XII, Ujian Nasional tinggal beberapa bulan lagi. Aku dan juga yang lain pasti setelah lulus sekolah akan terpisah. Entah itu lanjut kuliah atau nggak. Termasuk aku dan Veranda.

Bisa kalian bayangkan. Veranda berencana kuliah ke Paris, Prancis. Terus, apa aku harus ikut kuliah juga ke Paris ikutin dia? Jelas itu teramat sangat tidak mungkin bisa aku lakukan. Duit dari mana coba?

"Ehh, tapi tunggu dulu, Bob! Emang sih nggak ada yang aneh dari permintaan Veranda. Tapi apa loe lupa dengan finansial sahabat kita yang satu ini? Bukan gue mau ngerendin dia, tapi untuk hidup sehari hari aja dia musti kerja sambilan di Cafe temen kakak gue. Entah loe sadar apa nggak, semenjak dia jadian sama Veranda, kerjaan dia di Cafe jadi berantakan. Hari ini masuk, dua tiga hari absen. Gue sampai ditegur kakak gue tahu gak loe? Kadang pacaran gak selamanya bisa bikin hidup kita melulu senang, tapi juga bisa bikin hidup kita jadi berantakan. Itu yang mungkin sedang Kinal pusingin saat ini," Kata Maul lagi, mengutarakan pendapatnya.

Tepat! Bener kata Maul, karna itu yang memang sedang aku pusingin. Aku rasa Maul jauh lebih memahami kesulitanku, dalam hal ini cukup sulit mengabulkan keinginan sederhana Veranda. Terkadang aku juga merasa tidak enak hati sama dia. Sering kena omelan kakaknya gara gara aku sering absen di Cafe Arini, Cafe milik temen kakak Maul, tempatku kerja sambilan.

"Itu risiko, Ul. Kosekuensi dari pacaran ya emang seperti itu. Waktu kita akan terbagi ke pasangan kita dan gue rasa itu sesuatu hal yang wajar, nggak aneh," Ujar Boby.

Ahh, Boby bener juga. Risiko pacaran memang seperti itu. Berani pacaran, ya aku harus berani menanggung kosekuensi yang ada, termasuk waktuku yang tersita untuk Veranda. Sedikit membuat kerjaanku jadi terabaikan. Ini aku yang nekat atau emang aku yang nggak tahu diri ya? Miskin, tapi berani macarin anak orang kaya. Entahlah!

"Ya tapi'kan nggak harus bikin kerjaan jadi berantakakan juga kali, Bob."

"Udah gue bilang Ul, itu risiko. Berani berbuat ya harus berani terima risikonya."

"Bener juga sih." Maul manggut manggut, pun sama halnya denganku.

"Nal, gue tahu ini emang nggak mudah, tapi selama loe masih bisa lakuin maka nggak ada salahnya loe lakuin. Usaha aja dulu, perkara hasil itu masalah belakangan." Aku mengangguk menanggapi ucapan Boby.

"Apa rencana loe selanjutnya? Tetap stay atau nyerah?" Tanya Boby lagi.

Aku mengindikkan bahu, karna aku memang tidak tahu. Belum memiliki rencana apa apa untuk kedepannya. Stay, jalanku sama Veranda makin berat, kalo nyerah? Cih, cemen amat kesannya. Jujur sih, saat ini pikiranku masih dipusingkan akan permintaan sederhana Veranda yang pada nyatanya tidaklah sesederhana itu.

Rencana Sang SENJAحيث تعيش القصص. اكتشف الآن