Terima Kasih, Veranda!

1.4K 147 28
                                    

TYPO HARAP MAKLUM

Lets Vote & Comments

***

Bibir Veranda sedari tadi tak bisa berhenti untuk terus tersenyum. Bibir mungil dalam polesan lipgloss warna merah itu terus saja terkulum, menunjukkan bahwa ia begitu senang bertemu sosok laki laki yang duduk tepat di depannya tersebut.

"Ada apa?" Bertanya Kinal dengan mimik muka bingung. Menatap Veranda yang sedari tadi terus tersenyum menatap dirinya.

Veranda menggeleng pelan. Ia sesap minuman yang tersaji di depannya. Menyingkirkan anak rambut yang menghalangi mata, menyisipkannya ke balik daun telinga dan kembali menyesap minumnya lagi.

Kinal duduk bersandar dengan kedua tangan ia dekap di depan dada, tersenyum kecil menatap Veranda. "Tiga tahun gak ketemu ternyata kamu banyak berubah, Ve. Sekarang kamu terlihat lebih dewasa." Ujarnya.

Hm? Veranda menaikkan kedua alis, menatap Kinal.

"Dan juga...,"

"Dan juga apa?"

Kinal tertawa kecil. "Dan juga sekarang kau jauh terlihat lebih cantik." Ujarnya jujur. Memang Veranda saat ini jauh terlihat lebih dewasa dan juga lebih cantik dibanding tiga tahun yang lalu.

"Makasih." Sahut Veranda tertunduk dan tersenyum tersipu malu.

Kinal terus menatap Veranda dengan bibir terkembang sempurna, mengagumi sosok sempurna dari bidadari tak bersayap di depannya. Membuat Veranda semakin tersipu malu dan salah tingkah.

"Kamu juga sepertinya terlihat jauh lebih bahagia sekarang. Keputusanmu meninggalkan aku tiga tahun lalu sepertinya keputusan yang sangat tepat buatmu." Ucap Kinal, lagi. Terselip kegetiran di kata kata itu.

Raur muka Veranda seketika berubah. Senyum yang sedari tadi menghiasi bibirnya tiba tiba surna, menghilang entah kemana. Kata kata yang Kinal lontarkan sukses menohok sisi hatinya. Ia paham arah ucapan Kinal. Laki laki di depannya itu tengah menyindirnya. Ia bukan orang bodoh, tentu ia tahu arti dari sindiran itu.

Ditatapnya wajah Kinal tuk beberapa lama, namun buru buru ia berpaling, membuang pandangannya ke luar jendela resto. Dari lantai dua ini, ia bisa melihat dengan jelas menara Eiffel yang berdiri kokoh di kejauhan sana. Menjulang tinggi ke atas seolah hendak mencakar langit kota Paris.

"Kenapa? Apa aku salah bicara?"

Veranda tersenyum dipaksakan, menggeleng lemah. Namun bias wajahnya jelas tidak sinkron dengan jawaban yang ia berikan ke Kinal. Ya, kamu salah bicara Kinal. Sangat sangat salah! Ucapnya dalam hati.

"Maaf, maaf kalo kata kataku udah bikin kamu tersinggung." Ucap Kinal menyesal.

"Senja. Jadi kangen saat di Jakarta dulu." Gumam Veranda lirih namun masih terdengar jelas, membuat Kinal pun ikut melihat ke luar jendela resto.

Di luar, langit perlahan lahan mulai meredup. Senja datang menghiasi kota Paris. Kota yang dijuluki kota mode dunia.

"Mau ke taman?" Ajak Kinal.

Veranda menoleh, melihat Kinal tuk beberapa lama. Kepalanya pun mengangguk, menerima ajakan Kinal.

[…]

"Paris ternyata asik juga. Pantas kamu betah disini." Ucap Kinal sambil berjalan bersisian dengan Veranda menyusuri jalan menuju taman kota.

"Begitulah," Ucap Veranda. "Tapi seasik asiknya tempat ini masih kalah dengan Tanah air sendiri. Meski Indonesia hujan batu, bagiku negeri sendiri tetaplah terasa nyaman. Karna disanalah tempat kita pulang." Ujarnya.

Rencana Sang SENJANơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ