Bab 29

2K 285 11
                                    

"Gawat teman-teman, Valentina mati di bunuh," ujarku panik saat kembali ke kelas.

"Serius?" tanya Nindy.

"Jangan pura-pura gak tahu, hanya kamu dan Valentina yang ada di WC waktu itu," balasku.

"Eh, eh, nuduh aku nih ceritanya?!"

"Kalaupun itu Merah, mana mungkin kan, gak ada kursinya di sana,"

"Bisa jadi itu berpindah, lalu kembali ke kelas,"

"Ngaku aja!"

"Serius! Aku gak bunuh dia!"

Aku yang kesal, menggeledah isi tas Nindy.

"Nyari apa sih?!" ujarnya.

"Nyari bukti!" balasku.

Akhirnya aku menemukan cutter penuh darah di dalam tasnya.

"Nih?! Kalian semua percaya kan?! Ini pisau yang di pakai untuk menyayat tangan Valentina!" ujarku menunjukkan cutter penuh darah itu.

"Serius loh! Aku gak bawa benda begituan ke sekolah!"

Otak dan hatiku terus memaksaku untuk menusuk Nindy dengan cutter yang ku genggam ini, karena saking kesalnya sama perbuatannya yang kelewatan.

"Ulah Merah!" ujar Nindy.

"Bohong! Udah jelas ini sudah ada di tasmu!" balasku.

"Tenang dulu, logikanya karena Merah tak bisa membuat kita duduk di kursinya, dia mengadu domba kita agar saling membunuh, mungkin saja dia membunuh Verisa yang di kenal dekat dengan Valentina, kemudian Valentina yang mudah depresi itu menyayat tangannya sendiri, setelah itu Merah memindahkan pisaunya ke dalam tas Nindy yang saat itu di WC," gumam Rivania bak seorang Detektif.

Akkkhhh!!!

Jeritan terdengar dari arah belakang, tepatnya kursi milik Merah. Rivania tersungkur dengan sendirinya, kakinya di seret ke belakang. Namun, Aron datang menyelamatkan dia, sayangnya tenaga Aron kalah dengan Merah. Teman yang lain ikut membantu menyelamatkan Rivania, tapi tetap saja tak bisa.

"Kau harus bertahan! Kami butuh teman sepintar kamu untuk menyudahi masalah ini!" ujarku sambil terus menahan tubuhnya yang terseret kebelakang itu.

"Kalau begitu! Biar aku yang berkorban!" ujar Aron yakin.

"Jangan!" sorak Devan.

Aron menatap kami semua dengan teguh dan yakin, dia bangkit dan duduk di kursi Merah.

Seketika Rivania berhenti diseret.

Aggghhh!!

Aron menjerit, rahangnya terus terbuka, memaksanya terus terbuka, perlahan-lahan pipinya robek hingga telinga, tak lama kemudian rahang bawahnya hampir copot.

Rivania menjerit ketakutan, di hatinya penuh rasa sesal, saking cintanya Aron mau mengorbankan nyawanya.

Tak puas dengan rahang Aron, Merah juga memasukkan tangannya ke dalam tenggorokan Aron, lalu di robeknya dari dalam dengan kuku panjangnya. Robekan dari leher sampai hidung itu membuat Aron langsung kehilangan nyawanya.

"Hentikan!!" jerit Rivania.

Aku dan Nindy memeluk Rivania, mengurangi depresinya.

---

Jasad Aron yang malang itu di bawa Ambulance agar segera di istirahatkan. Meskipun dalam keadaan seperti ini, Rivania tak berpikir lewat batas.

"Merah sedang menjadikan aku target, tak dapat membunuh aku dengan menarikku, dia membuat ku hancur agar memberikan nyawaku padanya, gak mungkin, Merah!" ujarnya dengan pipi yang dibanjiri air mata itu.

Merah : Kursi Belakang [Tamat]Where stories live. Discover now