Gray

10 1 0
                                    

Aku duduk termangu sambil memeluk kakiku di depan pintu. Lantai teras masih basah karena hujan tadi malam. Besi gerbang bercat putih di depan rumah pun belum kelihatan kering semua. Pohon jambu air yang tumbuh di sebelah teras rumah, masih menyimpan air hujan di daunnya. Sesekali aku menggeser kaki saat dedaunan itu disapu angin dan menerbangkan airnya ke arahku.

Kalau boleh, ingin rasanya seharian ini aku berbaring di kamar saja.

Aku nggak pengin melakukan apa-apa.

Entah lah. Entah apa sebabnya.

Semenjak hamil muda ini, perasaanku mudah bergonta-ganti.

Mas Dani pergi membawa Gibran saat hujan berhenti jam delapan tadi. Suasana rumah yang sepi seperti ini, membuat perasaanku menjadi lebih tidak bersemangat dari biasanya. Ada sesuatu yang mengganjal perasaanku, tapi nggak tahu itu apa.

Kutatap langit yang warnanya kembali abu-abu. Gumpalan awan berwarna pekat, terlihat bergerak cepat di atas sana. Awan-awan itu berkumpul, seperti sedang menghiburku. Bukan menghibur, kuralat sedikit. Tapi, menemaniku.

Kata Mas Dani, menangis di bawah hujan menyenangkan. Aku protes waktu itu karena menurutku kurang kerjaan sekali menangis sambil mandi hujan.

"Orang-orang nggak akan tahu, An, pipi kita basah karena hujan, atau karena tangisan," terang Mas Dani yang membuatku terdiam, dan dalam hati mengamini.

Sebenarnya ... perasaan sedih, nggak semangat, nggak pengin makan dan pengin pergi jauh saja ini, bukan semata karena lagi hamil.

Sebelumnya aku sudah berusaha. Tapi tetap, sulit rasanya. Aku menyesalkan rasa ingin tahuku yang berlebihan ini. Harusnya aku itu jadi istri yang nggak banyak tingkah. Jadi nggak perlu tahu menahu tentang masalah apa-apa. Kayak istri di film-film yang ada di TV itu, lho, kan pada kalem-kalem semua.

Aku sudah hampir memicingkan mata, menyusul Mas Dani ke alam sebelah.

Tapi entah kenapa, suara getaran HP di bawah bantal Mas Dani benar-benar menggoda sekali.

Aku duduk, dan pelan-pelan menyelipkan tangan, mengambil benda berbentuk pipih dengan gambar apel di gigit sedikit itu dari bawah bantal Mas Dani.

Lelaki berwajah tirus itu sudah hanyut di dalam mimpinya, dengkuran halus mengalun syahdu dari bibirnya yang terbuka.

Sebuah panggilan tanpa nama terpampang jelas di layar HP yang layarnya berwarna cerah.

Jiwa penasaranku tumbuh bersama dengan denyut di dada yang kian gaduh. Kuangkat panggilan telepon tanpa bersuara. Aku mendesah. Panggilan telepon diputus sepihak begitu saja. Di layar HP, ada pesan masuk dari nomor tak bernama itu. Kugulirkan layar ke atas, berusaha mengetik nomor yang biasa Mas Dani gunakan untuk membuka HPnya. Nggak bisa. Aku memasukkan beberapa nomor yang kemungkinan dipakai Mas Dani sebagai kata sandi. Tetap nggak bisa.

Aku penasaran dengan pemilik nomor HP tak bernama itu yang menelepon tengah malam. Apa pun maksudnya, jelas nggak sopan kalau sampai menelepon tengah malam. Atau alasan lainnya, yang mungkin saja pemilik nomor tersebut sedang mengalami sesuatu dan membutuhkan bantuan atau semacamnya.

Pada panggilan kedua, aku berinisiatif menyimpan saja nomornya, agar dapat menanyakan maksudnya melalui HP-ku karena HP Mas Dani nggak kunjung berhasil kubuka. Membangunkan Mas Dani? Itu hal yang nggak mungkin karena lelaki berdada bidang itu sedang terlelap begitu dalam.

Sebelum mengirim pesan, aku terlebih dulu memastikan nomor tersebut bukan penipu melalui aplikasi berlogo biru.

Nomor telepon yang kusimpan, kusalin ke aplikasi itu. Tanpa menunggu lama, aku sudah berhasil mengetahui pemiliknya.

Nama Tika Pratiwi yang diberi emotikon love berwarna merah muda, berada di bagian atas dalam hasil pencarian di aplikasi biru itu. Dua nama lainnya: Tiwi Medan, dan Tika Tiwi, semakin menguatkan keyakinanku kalau dia adalah Tika yang sama dengan tebakanku.

Tadinya aku sempat ragu, dan masih berpikir mungkin kebetulan saja namanya sama. Tapi setelah melihat foto profil Whatsappnya, seluruh sarafku mendadak lemas semua.

Tika bahkan dengan bangga, memasang foto sambil memeluk lengan Mas Dani yang berada di sampingnya. Meski hanya sebelah wajah, aku bisa mengenali kalau itu adalah lelaki yang setiap hari kuciumi pipinya.

Third Storm #IWZPAMER2023Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora