Not a Problem

12 1 0
                                    

Aku terbangun saat mendengar suara Gibran memanggilku. Kukucek mata dan benar saja. Gibran sedang duduk memeluk kaki, menatap lekat ke arahku.

"Bunda kenapa tidur di sini?" Pertanyaan itu diucapkan Gibran begitu hati-hati.

"Bunda ketiduran, Nak." Aku berusaha bangkit berpegangan tangan sofa.

"Baju Bunda kotor," terang Gibran sambil memegang pinggiran baju dasterku.

Ah iya! Aku lupa ganti baju tadi malam setelah menyikat kamar mandi.

"Gibran lapar, Bund," ujar Gibran sambil memegangi perutnya.

"Gibran mau sarapan apa?" Aku memegangi perut yang tiba-tiba terasa lapar juga.

"Apa aja, Bunda. Yang penting masakan Bunda," sahut Gibran sambil berusaha menyunggingkan senyuman.

Aku menciumi kedua pipinya sampai bocah berpipi gemuk itu meronta.

"Bunda bau jigong!" tukasnya sembari menarik diri.

Aku tertawa sambil menghadiahi cubitan kecil di pipinya. Gibran memegangi pipi kemudian membulatkan bibir tipisnya. Dia lucu sekali kalau bertingkah seperti itu.

"Siap, Bos!" seruku sambil mengacungkan jempol ke arahnya.

Gibran tertawa renyah lalu menggelengkan kepala. Apanya yang salah?

Sesuai permintaan Gibran, aku akan memasak ayam goreng tepung kesukaannya. Kebetulan stok ayam di kulkas masih ada. Tapi baru beberapa langkah, pandanganku menghitam disusul pusing luar biasa di kepala. Beruntung aku sempat memegang kursi kayu di sebelah.

Gibran berteriak histeris sambil berlari memegangi pinggangku.

"Bunda kenapa?" tanyanya dengan raut muka penuh ketakutan. Mata bulatnya terlihat berkaca-kaca. Sadar tak ingin membuat Gibran sedih dan menangis, aku buru-buru mengembangkan senyum dan membalas pelukannya.

"Bunda nggak apa-apa," sahutku berpura-pura. Aku terduduk lemas di lantai.

Sepertinya aku kelelahan karena membereskan rumah.

Entah kenapa mataku nggak mau terpejam tadi malam. Pikiran buruk tentang Mas Dani benar-benar menggangguku. Aku berusaha melawan itu dengan melakukan pekerjaan rumah seperti; menata ulang baju-baju di lemari yang sudah terlipat rapi; mencuci piring di lemari padahal masih bersih; menyapu rumah; mengepel; menata kamar; sampai menyikat kamar mandi. Aku melakukan semuanya sampai baju dasterku basah dan ... aku lupa jam berapa aku akhirnya tertidur di sofa.

"Beli ayam goreng aja, Bund," usul Gibran membuyarkan lamunanku.

Aku mengangguk kemudian meminta Gibran mengambilkan HP di kamar.

Sambil menunggu Gibran, aku berusaha bangkit dan berjalan pelan ke meja makan. Duduk menyandar di kursi  seperti ini nyatanya tetap nggak bisa menghilangkan pusing di kepalaku.

Untuk beberapa saat yang bisa kulakukan hanya merebahkan kepala di  meja. Sampai akhirnya Gibran datang dan mengajakku kembali ke sofa. Gibran mengambilkan bantal di kamarnya untuk alas kepalaku. Sambil merebahkan badan, aku memesan ayam goreng di aplikasi ojek online untuk sarapan Gibran.

"Bunda mau minum?" tawar Gibran sambil berkali-kali mengerjap. Lagi-lagi mata bulat itu berkaca-kaca, membuatku semakin merasa bersalah.

Aku mengangguk karena tak sanggup melihat raut kecewa di wajahnya. Benar saja, wajahnya terlihat ceria begitu aku menyetujui tawarannya.

Jam di layar HP menunjukkan pukul sepuluh pagi, dan Mas Dani belum juga kembali. Aku bahkan nggak mendapat kabar apa-apa darinya. Ingin rasanya aku mengirim pesan, bertanya di mana keberadaannya? Dengan siapa dia di sana? Sedang melakukan apa? Tapi nggak, hal seperti itu bisa menghancurkan rencanaku.

Sesuai dengan artikel yang kubaca, lelaki nggak suka diatur oleh wanita. Jadi aku nggak akan melakukan hal konyol yang bikin Mas Dani nggak suka.

Mas Dani itu cinta pertamaku. Dia orang pertama yang membuatku mengerti rasanya diterima dan dicinta. Apa pun akan kulakukan untuk mempertahankan hubungan kami. Aku nggak peduli sekali pun harus berkali-kali melawan kecewa. Aku nggak peduli. Mas Dani cuma lagi buat salah, itu normal sebagai manusia. Aku nggak akan menghakimi. Aku akan jadi istri yang baik untuk Mas Dani. Aku janji.

Aku mengerjap, menahan ribuan sesak yang lagi-lagi ingin tumpah. Entah kenapa perasaanku sakit sekali tiba-tiba seperti ini. Seperti ada yang terasa perih di dalam dada, tapi aku nggak tahu itu apa.

Third Storm #IWZPAMER2023Where stories live. Discover now