part 6

6 0 0
                                    

Aku tak tega melihat kondisinya, tapi aku juga tak bisa berbuat apa-apa. Dadaku sesak, aku bertekad saat dewasa nanti, ingin rasanya aku membahagiakan ibu. Apa yang ibu rasakan saat ini aku juga merasakannya.

***
Hari mulai sore, langit mendung dan aroma petrikor begitu harum membiusku yang sedang asyik bermain sambil menjaga adik. Tiba-tiba, suara petir menyapa dahsyat. Duarr.

Aku terkejut dan langsung lari ke kamar.

“Awas, Dek! Lantainya licin nanti kamu jatuh.”

Brukk.
Benar saja ucapan bang Izy, baru saja aku masuk ke kamar tiba-tiba tubuhku tersungkur.

“Aduh, sakit Bang.” Keluhku.
“Udah jangan cengeng. Sekarang kamu bangun. Tolong buatin susu untuk adik. Kasihan, dia sepertinya haus.”

Aku mengangguk dan bangun pelan-pelan. Langkahku penuh hati-hati sambil berpegangan pada dinding.

Tahun 1989 keadaan ekonomi keluarga kami sungguh memprihatinkan. Rumah kami masih berlantai tanah. Sehingga saat air hujan masuk ke dalam rumah sangat licin dan becek. Seringkali aku terjatuh karena kurang hati-hati.

Apalagi aku tipikal anak yang tidak bisa diam dan ceroboh, dalam sehari, aku pernah jatuh sampai tiga kali. Terutama saat musim hujan.

***
Beberapa hari yang lalu dia kena radang. Sekarang dia flu disertai demam dan batuk. Ibuku juga terlihat sangat aneh karena dia sering melamun. Tubuhnya semakin kurus dan kantung matanya menghitam.

Ada yang menganggu pikiranku saat melihat ibu sedang tertawa, bahkan menangis sendirian di pojok kamar.

Aku mendekati ibu dengan rasa penasaran dan meraba tangannya. Tatapan matanya kosong, mulutnya tak henti mengoceh.

Setiap kata yang terlontar dari mulutnya saat itu, hanya luapan rasa emosi yang menjalar ke dalam lubuk hatinya yang beku. Aku merasa iba lalu memeluk ibu hangat.

Dia membalas pelukanku, tapi tiba-tiba dia bersikap aneh. Ibu sering marah tanpa sebab, sehingga aku merasa takut, bahkan ibu juga melempar bantal sambil menangis sesenggukkan.

Aku tak tega ketika adik kelaparan. Dia menjerit seolah memahami apa yang dirasakan ibu. Ibuku seperti memendam kesedihan dan rasa sakit hati. Aku tidak memahami, tapi aku bisa merasakannya.

Hubungan ayah dan ibu renggang. Belum lagi kondisi ibu yang semakin memprihatinkan. Ayah mulai kewalahan mengurus kami dan dia merasa khawatir dengan adik, hingga minta bantuan tetangga agar adikku bisa tetap sehat dan bertahan hidup.

Bersambung.

Metamorfosa CintaWhere stories live. Discover now