part 8

1 0 0
                                    

“Hei, anak orang gila! bawa Ibumu pulang. Jangan biarkan dia berisik dan mengganggu di sini.”

“Maaf, Pak. Saya akan bawa Ibu pulang, tapi harap bersabar, Pak.”

“Ayo, Bu. Kita harus pulang sekarang. Ayah sudah menunggu di rumah.”

IBu tidak merespon ucapanku. Dia malah senyum-senyum.

“Jangan begitu, Bu. Nanti kena marah orang. Kalau Ibu nggak mau pulang, nanti Zenna bilang ke Ayah.”

Aku mendorong tubuh ibu sambil menarik tangannya agar dia mau pulang. Syukurnya dia mau menurut. Meski wajahnya manyun.

Aku tetap memaksanya demi kebaikan ibu juga. Sesampainya di rumah, bulir-bulir bening air jatuh dari kelopak mataku yang basah.

Aku memeluk guling sambil sesenggukkan. Kakiku terasa pegal karena mengikuti ibu tanpa henti.

Perutku keroncongan dan tubuhku remuk. Sejak saat itu aku selalu menolak, jika ibu mengajakku berjalan jauh.

Aku akan membujuk ibu untuk pulang dan mengurungkan niatnya. Lebih baik ibu tetap di rumah, aku khawatir dia tersesat di jalan dan tidak pulang. Aku sayang pada ibu. Bagaimana pun aku tak ingin terjadi apa-apa padanya.

***

Malam ini kutatap wajah ibu yang tertidur pulas. Tubuhnya yang kurus nampak begitu lelah. Aku mengusap rambutnya yang beruban.

Saat aku mendorong ayunan adik perlahan-lahan, tiba-tiba dia menangis. Kupikir dia pasti lapar dan minta susu, tetapi meski dia sudah menjerit, ibu tetap tak bangun.

“Sebentar, Dik. Kakak buatkan susu dulu.”

Aku mengangkat tubuh mungilnya lalu menaruhnya di atas kasur. Setelah itu, aku mengambil susu dan termos, kemudian menyeduhnya dengan air hangat.

Aku mengaduk susu itu dan memberikan pada adik sambil menggendongnya. Adik mulai berhenti menangis karena perutnya sudah tak lapar lagi.

Kucium lembut keningnya seraya menyanyikan lagu nina bobo di samping ayunan. Lama kelamaan dia tertidur pulas.

Saat terbangun dari tidur, tiba-tiba dia seperti mengejan. Aku meminta bantuan abang Izy untuk membersihkannya kotoran pubnya karena ayah biasanya pulang larut malam dan pergi ke pasar di pagi buta.

Jika abang berangkat ke sekolah, biasanya tetangga kami bernama Ibu Ida memandikan adik dan mengajaknya jalan-jalan keluar sampai dia tertidur pulas.

Bersambung.

Metamorfosa CintaWhere stories live. Discover now