Part 12. Jurang Insecure

3 0 0
                                    

Kamu tahu artinya perpisahan? Semoga kamu tidak merasakan apa yang kualami. Ada jarak antara aku dan ibu yang memisahkan kami, tetapi tidak hati kami.

Setiap hari aku mendoakannya. Siang dan malam dalam tangisan cemas. Hari-hari yang kelabu, hanya Dia tempatku melabuhkan harap.

Ketika tawa renyahku hilang dan di usia yang terlalu dini aku harus menerima kenyataan yang pahit. Hidup tanpa kasih ibu. Aku tumbuh menjadi gadis yang cengeng.

Sejak berpisah, aku menjalani hari demi hari bersama ayah dan abang. Meski kadang, aku bertanya dalam hati, kenapa harus aku? Kenapa hidup ini tidak adil? Ya, semua pertanyaan itu tak ada jawabannya.

Aku menjadi pendiam, air mataku telah kering. Hingga, mati rasa. Aku hanya menjalani kehidupan dengan jiwa yang kerontang jauh dari kasih sayang ibu. Ayah menghibur dan mengajakku ke sawah. Sampai detik ini, aku selalu suka pemandangan alam di sawah.

Semenjak perpisahan dengan ibu dan adik, aku sering murung. Kemana-mana tak mau sendiri. Aku jadi lebih manja sama ayah karena aku takut jika berpisah lagi dengan orang yang kusayangi. Setiap hari aku ikut kemana pun ayah pergi. Ayahku seorang pedagang. Setiap hari menjual hasil alam.

Aku gadis kecil yang hidup dari alam karena ayah juga petani. Setiap hari, hanya berharap pada hasil ladang, tanaman sayur milik ayah kadang tumbuh subur, tapi kadang pernah pula mengalami gagal panen.

Masa kecilku dahulu lebih banyak kuhabiskan bersama ayah di sawah. Saat menemani ayah ke ladang, aku sering menulis di atas sehelai daun pisang. Sapu lidi adalah penaku. Aku bermain seorang diri, kadang juga sama anak yang lebih kecil.

Aku juga pernah bermain peran jadi guru, kadang juga aku menulis nama ibu di tanah sambil mencari undur-undur.

Dahulu aku gadis kecil yang polos. Aku bernyanyi riang, berlari dan bercengkarama dengan alam sambil menunggu ayah, kala senja datang menyapa, kami pulang ke rumah membawa hasil alam untuk dinikmati dan dijual ke pasar.

Aku menemani ayah mencari nafkah. Kemana pun kami naik sepeda ontel. Kala itu, aku yang tinggi dan kurus kerempeng, masih bocah ingusan yang tak mengerti kejamnya dunia, tetapi semenjak berpisah dari ibu, jiwaku temaram bahkan, hampir redup tanpa cahaya.

Ayah mengajarkan aku untuk menjadi gadis yang kuat dan tabah.

"Jangan cengeng, kelak saat kamu dewasa bisa jadi orang hebat.

Kebanggaan ibu dan Ayah." Ucapnya menentramkan hatiku yang sering gelisah karena rindu pada ibu.

Bersambung.

Metamorfosa CintaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora