part 9

2 0 0
                                    

Adikku jadi rebutan para tetangga karena wajahnya yang lucu dan membuat orang gemas.
Aku bersyukur di sini banyak orang-orang yang berhati emas.

Mereka datang ke rumah satu per satu membawa makanan, sehingga kami tidak pernah kelaparan. Meski kami hidup dari belas kasih tetangga, tetapi ayah tetap berjuang mencari nafkah. Kadang jadi kuli serabutan, buruh, petani dan pedagang.

Ayahku sering menangis melihat kondisi adik yang tak terurus. Begitu juga aku. Ya, diusiaku yang baru mau menginjak enam tahun, sudah diberikan tanggung jawab untuk mengurus adik bayi. Padahal, aku masih bocah ingusan. Itulah yang membuatku kadang merengek agar ayah cepat pulang karena aku tak memahami kenapa adik sering menangis.

***

Matahari tersenyum di ufuk barat. Tepat pukul 10.00 WIB Ayah pulang dengan wajah lesu karena tidak punya uang untuk beli susu. Hasil penjualan dagangan ayah tak cukup untuk biaya makan sehari-hari.

Malah, kadang kami hanya makan dengan nasi dan kerupuk saja. Sedangkan ibu juga butuh biaya untuk berobat. Jika tidak, penyakitnya akan kambuh dan bisa membahayakan semua orang.

Ibu kerapkali mengamuk tanpa sebab. Saat kambuh, dia seperti linglung, dipengaruhi oleh delusi dan bahkan, tidak mengenal kami.

“Nanti malam kita akan pergi ke rumah Nenek, ya, Zen. Sekarang siapkan semua baju-baju Ibu juga Adikmu!”

“Baiklah, Yah. Memangnya untuk apa membawa semua baju Ibu?” tanyaku penasaran.

“Nanti juga kamu akan tahu. Ayah sudah pinjam uang ke tetangga buat sewa angkot. Pak RT juga mau nganterin kita.”

“Baiklah. Tapi, kenapa hanya baju Ibu dan Adik saja?” tanyaku penasaran.
“Kamu nggak kasihan sama Adikmu? Kalau dia tetap di sini, apa kita bisa mengurusnya dengan baik? Ayah sudah tidak sanggup lagi dengan semua ini.”

“Maksud Ayah?”
“Sudahlah kamu tidak perlu banyak bertanya lagi. Ayah ingin bersiap-siap juga.”

Kutatap wajah Ayah yang kelihatan murung. Sejujurnya aku terkejut melihat Ayah bersikap emosi. Deg. Aku tak berani berkata apa-apa lagi. Aku masih polos, tak mengerti sedikitpun pikiran orang dewasa.

Bersambung.

Metamorfosa CintaWhere stories live. Discover now