24

78 14 0
                                    

Ditulis oleh rryanti_Ludith

Kadang, untuk bisa mengenal musuh,
kita harus mengikuti ritme permainannya.

***

Sedikit demi sedikit Adrian kini mulai bisa menarik benang merah dari kasus yang sedang ia kaji ulang.

Kini semuanya ia serahkan pada Suhendi untuk melanjutkan investigasinya.

Bermain di kandang lawan kadang memang diperlukan.
Dan Suhendi sangat bisa diandalkan, sudah berkali-kali Adrian dan Suhendi "bermain" peran seperti ini. Hanya saja Adrian belum mengetahui satu kenyataan, bahwa Suhendi adalah keponakan dari Aliman.

Adrian sangat mengenal Suhendi. Karena sejak awal menjadi seorang penyidik Adrian sudah  berpartner dengan Suhendi.
Adrian tahu bagaimana dedikasi seorang Suhendi dalam menangani sebuah kasus. Seperti Adrian, Suhendi menjadi abdi negara memang karena panggilan jiwanya.

***

Di sebuah ruangan bergaya glamor, di perumahan elit yang berada di tengah kawasan kota metropolitan. Duduklah pria baya yang mengisap cerutunya dalam diam, Aliman. Ia tak sendirian, ia ditemani seorang pemuda dengan postur tegap khas seorang yang terlatih dengan olahraga fisik. Raut wajah yang memiliki beberapa kesamaan antara keduanya, membuat orang lain akan segera tahu bahwa diantara keduanya memiliki ikatan darah.

Suhendi, anggota penyidik kepolisian yang juga merupakan keponakan Aliman. Yang kini sedang menjalankan misi, entah untuk kebenaran atau bahkan juga sebuah penghianatan.

"Kudengar kalian menemukan" calon" saksi baru, heh?" Aliman berbicara sembari mengembuskan asap dari cerutunya.

"Ya, Kapten Adrian, sekarang sedang berusaha menemuinya." Suhendi memberikan penjelasan. Tak merubah posisi duduknya sama sekali, seakan informasi yang diketahui oleh Aliman bukanlah suatu hal yang krusial.

"Kulihat, sepertinya Paman sangat menaruh minat pada kasus, ini? Bukankah Cherry sudah terlepas sebagai tersangka dari kasus ini."

"Hen... Hen. Bagaimana aku bisa berpangku tangan jika kasus ini menyangkut tunangan putriku. Walau, ya, sekarang ia sudah meninggal. Aku hanya ingin memastikan kalau hal ini tak membuat Cherry merasa terganggu." Aliman berkilah, Suhendi tahu.

"Tentu saja, semuanya harus dipastikan. Agar tak ada kesalahan di setiap langkahnya." Suhendi mencoba berjudi dengan intuisinya. Sekilas ia menangkap perubahan air muka Aliman, hanya sebentar lalu ekspresinya segera kembali seperti sedia kala.

"Adakah sesuatu yang harus aku ketahui, Paman?" Suhendi kembali menyabung keberuntungannya.

"Aku tidak mengerti maksudmu, Hen?"

"Paman kira aku sedangkal itu?" kali ini Suhendi tertawa di buat-buat. "Sejak Paman memintaku untuk tidak memanggil Cherry lagi, setelah Alisha Rose di tetapkan sebagai tersangka, aku sudah mulai memiliki penilaian tersendiri." Kali ini Suhendi menyilangkan kakinya dan tersenyum miring menunjukan keangkuhan dalam setiap gesturnya.

"Kau sudah bertambah dewasa ternyata." Aliman tertawa sumbang setelah mengembuskan lagi asap cerutunya. "Tapi, kenapa kau baru datang sekarang? Seharusnya kau datang lebih awal,Hen. Sehingga aku tidak perlu menggunakan orang lain untuk membantuku."

"Aku perlu memastikan keadaan, Paman. Tidak mungkin aku segera menemuimu, tanpa tahu di mana aku harus menempatkan posisi yang tepat untukku." Suhendi berdiplomasi. "Lalu, apa sekarang aku sudah terlambat?"

"Tentu tidak, selalu ada tempat untukmu. Tenang saja. Orang yang sekarang bekerja untukku saat ini, sepertinya agak kesulitan mengatasi rekanmu yang satunya itu, siapa namanya?"

CIRCLE OF LOVE Where stories live. Discover now