36

221 14 0
                                    

Ditulis oleh kak rryanti_Ludith

Setiap pilihan memberikan konsekuensinya.
Seperti matahari yang mencintai malam
Rela mendekap dingin demi cintanya.

*****

Adrian menekan dalam pedal gas. Hatinya sakit. Wanita di sebelahnya menatap kosong.
Dingin. Perjalanan menuju Ibukota dilalui dalam diam. Hati semakin dingin, mencengkram rasa sakit tak tertahan. Kini, cinta berakhir di atas tugas.

Menjelang pagi, saat cahaya kecemasan mulai menyentuh kaki langit. Mobil yang membawa dua anak manusia yang beku dalam luka, memasuki daerah Ibukota.

"Ian, aku takut." lirih Cherry saat lampu merah menahan mereka.

Memutar tubuh menghadap wanita di sampingnya, Adrian mencari manik hitam Cherry. Berusaha mengirim hangat pada wanita yang menggenggam separuh hatinya, sebelum memberi penguatan.

"Kamu bisa, kamu berani. Cherry yang ada di hadapanku saat ini bukan Cherry yang dahulu, yang melarikan diri dari tanggung jawab." hening sejenak, menarik napas memenuhi rongga dada dengan oksigen, Adrian lalu melanjutkan kalimatnya, "Semuanya akan berat, itu pasti. Tapi, kamu harus maju dengan kepala tegak. Aku yakin kamu pasti bisa melalui semua ini."

"Tapi... aku khawatir dengan kondisi Mama," kalimat Cherry bergetar karena mengingat kondisi ibunya. "Apalagi saat ini kondisi Mama sedang drop, sampai infotainment ikut memberitakannya."

"Cher," Adrian menarik napas sebelum melanjutkan kata-katanya, "Dari pantauan tim yang mengawasi kediaman Yustanagara, sampai detik ini tidak ada aktifitas yang menunjukan terjadi suatu kepanikan di sana. Bukankah mama saat ini sedang di rawat di rumah, artinya Mama baik-baik saja saat ini."

Cherry menyandarkan punggungnya, terpancar kelegaan di wajah pucatnya. Napasnya memburu, seakan satu beban telah terangkat dari pundaknya.

"Papa...." Suara wanita itu mendesis. Membuat si penyidik muda melirik kearahnya sambil terus berkonsentrasi pada kemudi.

Keadaan kembali sunyi bahkan saat mobil itu memasuki area parkir gedung penyidikan. Hanya deru mesin yang menjadi pengisi suara.  Setelah memastikan posisi parkir, Adrian mematikan kendali mesin. Ia mentap Cherry sesaat, lalu meraih tangan wanita itu yang terpasang borgol. "Maaf." ucap Adrian. "Aku yakin, kamu bisa melalui semua ini."

Cherry menatap lengannya yang telah terikat borgol sejak ia tertangkap oleh Adrian. Terdiam sesaat, lalu tersenyum sambil matanya menatap kosong kaca depan mobil yang tengah ia tumpangi. "Akan jadi bagaiman kita nantinya?" ucap wanita itu tanpa mengubah pandangannya. Adrian hanya terdiam mendengar kalimat ambigu yang diucapkan oleh wanita yang begitu di cintainya itu.

"Hanya waktu yang bisa menjawab semuanya, Cher. Fokuslah, lakukan yang terbaik. Kooperatiflah dengan penyidik. Semuanya akan berjalan mudah."

"Maaf. Aku minta maaf untuk semuanya, untuk kebohonganku, dan sudah berbuat jahat pada kakakmu. Aku terlalu egois." air mata wanita itu akhirnya luruh berjatuhan.

"Iya. Kamu pasti akan baik-baik saja setelah ini. Kuatlah."

Adrian turun lebih dahulu, lalu membuka pintu penumpang. Membiarkan Cherry turun. Saat keduanya berhadapan, penyidik itu memakaikan wanitanya kacamata hitam yang sebelumnya ia pakai, tak lupa topi hitam bundarpun kembali menutupi kepala wanita yang terus terdiam itu.

Beberapa orang berpakaian resmi menyongsong mereka berdua. Mereka berjalan beriringan, dengan Cherry diapit oleh dua orang yang baru datang menuju kantor penyidik. Lengan Cherry yang terborgol ditutupi menggunakan sweater putihnya.

Dengan hati remuk Adrian berjalan di belakang wanita itu, berdoa agar ia bisa berdiri tegak dan melewati semua ini sampai titik finish.

***

Beberapa jam setelah Cherry di temukan, satu tim di bentuk untuk melakukan penangkapan terhadap Aliman dan kaki tangannya. Keterangan yang di berikan oleh Cherry membuat nama Aliman terseret.

Beberapa anggota berpakaian lengkap bersiap di sekitar area kediaman Yustanagara. Saat surat perintah sudah dikantongi untuk melakukan penggerebekan, terlihat mobil Aliman keluar dari gerbang rumahnya. Petugas berpakaian preman yang berjaga di depan gerbang sigap menghentikannya. Sempat terjadi debat sebelum mobil Adrian sampai ke lokasi kejadian dan menunjukan surat resmi perintah penangkapan terhadap Aliman. Beruntung tak ada perlawanan dari pihak Aliman.

Semuanya berlangsung cepat, setelah melihat surat resmi itu Aliman tak melakukan apapun, dua polisi berpakaian resmi memasuki mobil dan mengapitnya. Kemudi di ambil alih oleh petugas. Sopir yang semula mengemudi ikut mobil pihak kepolisian.

Beberapa polisi memasuki kediaman Yustanagara guna mencari barang bukti lain. Adrian ikut memeriksa dan mengumpulkan barang bukti yang mungkin bisa berguna. Saat memasuki kamar nyonya Yustanagara, Adrian kakinya terasa begitu berat. Ia yang beberapa waktu lalu berkunjung sebagai tamu, kini datang sebagai seorang petugas yang menjalankan tugas.

Wanita itu masih sama seperti terakhir Adrian berkunjung, semua peralatan medis itu masih memenuhi tubuhnya. Senyumnya menyambut Adrian, "Ian...." sapaan lemahnya mengingatkan Adrian akan sosok ibunya.

Adrian mendekat, meraih tangan wanita yang semakin terlihat lemah dari hari ke hari itu. "Tolong... jaga Cherry, kuatkan dia, Nak." napasnya terdengar lemah, air mata mengalir dari matanya. Membuat hati Adrian bergetar, bagaimana bisa menolak permintaan wanita yang baik ini. Hanya anggukan kepala yang mampu Adrian berikan sebagai jawaban.

***

Dua hari setelah semua kejadian itu, barulah Adrian bisa mengistirahatkan tubuhnya. Ia memilih rumah ayahnya, di mana Alisha dan ayahnya ada untuk menguatkannya.
Ia merebahkan dirinya di pangkuan Alisha.
Hati dan jiwanya lelah, melebihi kelelahan fisik yang menderanya.

Elusan tangan Alisha membuat ingatan Adrian tertuju pada ibunya.
Memejamkan mata, ingatan Adrian menelusuri kembali pengakuan Cherry,ia tak tahu harus bersyukur atau menyesal atas kematian Alan. Betapa berat apa yang telah di lalui oleh Cherry, pelecehan yang ia terima dari Alan membuatnya tak mampu menahan diri. Lalu Alisha, dengan bayi Alan di dalam rahimnya. Semua terasa begitu berat.

Adrian tahu, walau sikap Alan begitu buruk tetap saja dalam hati Alisha tertanam nama lelaki itu. Alisha tak menyalahkan Cherry atas kematian Alan. Sebesar apapun kebencian dan kemarahan yang Alisha rasakan tak membuatnya membenci bayi yang ada di rahimnya. Baginya, bayi itu adalah bukti cinta antara dirinya dan Alan yang pernah ada, walau hanya sebentar. Ia tahu, merubah Alan adalah satu hal yang sangat berat. Walau semua itu kini hanya menjadi mimpi baginya.

Kini semua pertanyaan telah terjawab, hanya menunggu waktu sebelum kasus ini di limpahkan ke kejaksaan, untuk proses lebih lanjut.

Dari proses yang telah berlangsung, Cherry mengambil semua tanggung jawab. Aliman hanya mendapat kewajiban untuk wajib lapor selama jangka waktu enam bulan.

Adrian mengesalkan keputusan Cherry, wanita itu membungkam mulutnya setiap Adrian memintanya untuk mengatakan kebenaran yang di yakini sang penyidik sembunyikan oleh wanita keras kepala itu.

Kini biarlah waktu yang akan menjawab semuanya, seperti yang ia katakan sebelumnya kepada Cherry. Semoga semua ini bisa mendewasakan mereka semua.

*****




CIRCLE OF LOVE Where stories live. Discover now