23 || Sehat Ala Rasulullah

10K 859 543
                                    

بِسْـــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Membimbing istri juga harus menggunakan ketegasan, tidak selamanya menggunakan cara lembut.

—Abyan—

♕♕♕


Malam ini, setelah menjalani shalat jama'ah bersama suaminya, Ishara kembali sedikit tenang. Ternyata benar, Shalat bisa menenangkan pikiran dan hati seseorang, sementara manusia zaman sekarang menganggap remeh tentang wajibnya shalat, padahal wajib disini adalah fardhu 'ain, wajib diatas diri sendiri dan bila tidak dikerjakan maka kita sendiri yang akan menanggung dosanya.

Kebebasan duniawi telah meluluhlantakan pemikiran muda-mudi di generasi yang canggih ini, apa yang diharamkan oleh Allah telah mereka anggap wajib, bahkan sampai dianggap ketinggalan zaman. Tidak shalat, tidak puasa, tidak pernah berdzikir, lantas apakah itu tidak dianggap ketinggalan zaman?

Malu untuk mengerjakan ibadah, itulah penyakit yang sudah menyebar dan menatap di hati seorang Muslim yang fasik. Kenapa mesti malu untuk beribadah? Sementara di akhirat nanti dihisap, ditelanjangkan, di perlihatkan seluruh amalan-amalan kita di dunia, apa itu tidak memalukan? Maka akan lebih baik kita menanggung malu di dunia asalkan yang kita kerjakan itu baik pada pandangan Allah. Tidak ada kata ketinggalan zaman untuk beribadah, justru orang yang tidak mau beribadah dialah orang yang ketinggalan zaman.

Ishara tersadar dari lamunannya saat Abyan menyerahkan tangannya untuk dicium. "Mana setoran kamu malam ini, hm?" tagih Abyan.

Ishara malah nyengir dan menggaruk-garuk kepalanya. "Hehe, Isha ... belum hafal, Mas." cicitnya tanpa dosa.

Abyan membuang napas pelan sambil geleng-geleng kepala. "Padahal waktu begitu luas, kenapa kamu tidak menggunakan waktu sedikit saja untuk menghafal?" tegas Abyan. Kali ini wajah Abyan terlihat serius, tidak seperti biasanya. Ishara tidak tahu harus menjawab apa, padahal bukan niatnya untuk enggan menghafal hari ini, cuma perasaannya tadi kurang nyaman, ancaman dari Kendra terus terngiang-ngiang di kepalanya, Ishara jadi tidak fokus untuk menghafal, tapi tidak mungkin juga Ishara menjadikan itu sebagai alasan, nanti Abyan malah khawatir.

"Nggak sempet, Mas,"

"Nggak sempet? Okey, malam ini Mas kasih hukuman buat kamu."

"Hah?" Ishara terlonjak kaget dengan mata membola. "H-hukuman? Maaass...!" rengeknya sambil memasang wajah memelas.

"Squat jump 20 kali!"

"Apa? Gila! Kok Isha malah disuruh loncat-loncat sih?!"

"Cepat! Atau Mas tambahin lagi!" pungkas Abyan.

"Iya iya," Ishara yang masih mengenakan mukena putihnya pun berdiri memegang kedua telinganya secara silang dan mulai mengerjakan hukuman dari suaminya. "Satu ... dua ... tiga ... empat...."

Sedari tadi Abyan menahan tawa selama Ishara meloncat di hadapannya, istrinya itu sungguh menggemaskan.

"Hufft, selesai! Sekarang Isha boleh istirahat 'kan?" tanya Ishara dengan napas tersengal-sengal.

"Tidak, hukuman kamu belum habis."

"Hah! Ada lagi? Aaaaa Maasss ... kaki Isha mau patah lho, Mas jangan suruh Isha buat maraton, ya! Isha capek tau nggak! Lagian Mas Aby kenapa tiba-tiba segalak gini sih?! perasaan baru kali ini Isha nggak setorin hafalan, Mas Aby udah kasih hukuman aja, mana banyak lagi!" omel Ishara mengeluarkan unek-uneknya.

HAZEL : Pemilik Mata Indah Where stories live. Discover now