15. Love Her

1.8K 250 8
                                    

"Hai." Dilma tersenyum. Lalu pandangannya ia alihkan pada Margo yg memang bersembunyi di balik tubuh mungil Sofia. Dilma menyipitkan matanya, berusaha menjelaskan penglihatannya bahwa itu memang Margo.

Melihat itu, Sofia menarik Margo sampai berdiri di sampingnya, menggandeng lengan Margo, lalu berkata, "Maaf ya, Bu, Kak, aku ajak temen ke sini."

Bu guru yang bernama Mawar itu, hanya mengangguk.

Sedangkan Dilma? Ia masih tak menyangka jika itu memang Margo.

'Mereka berteman?'

Ingin Dilma menyapa, tapi niatnya urung karena tak ingin membuat Bu Mawar maupun Sofia bertanya-tanya tentang siapa Margo bagi dirinya.

Alhasil, mereka layaknya orang yg tak saling kenal. Sesekali melirik, lalu pura-pura tak melihat seolah lirikan itu tak sengaja.

***

Sudah hampir 15 menit mereka di sini. Kabarnya, orang tua Halen dan juga Dilma akan segera datang. Mereka tadi sibuk dengan kerjaannya, dan saat akan menuju ke sini, malah terjebak macet. Untuk itulah, Bu Mawar serta Sofia masih di sini menemani kedua gadis yg masih lemah itu.

Tapi sayang, tiba-tiba Bu Mawar mendapat telepon dan ia harus pergi karena ada urusan penting.

"Gak apa-apa ya Ibu pulang duluan? Kamu tolong jangan pulang dulu. Mamanya Halen udah ngasih amanah sama Ibu buat nungguin anaknya."

Sofia berdecak sebal dalam hatinya. 'Kenapa orang tua Halen nyebelin banget sampe nyuruh Bu Mawar buat jagain anaknya?! Bu Mawar pasti dibayar nih makannya mau. Tapi aku? Dibayar berapapun tetep gak mau kalo suruh jagain Halen! Tapi berhubung Kakaknya itu kayaknya orang baik, yaudah deh!'

Sofia akhirnya mengangguk seraya menampilkan senyuman tipisnya.

"Makasih ya, Nak!" Bu Mawar mengusap pucuk kepala Sofia. "Kalo gitu Ibu pergi dulu." Lepas itu, beliau pun akhirnya pergi.

Sofia menghela nafas, menatap Halen yg masih memejamkan matanya. Entah kapan gadis itu akan siuman.

"Kak." Sofia menoleh pada Margo yg sedang membaca majalah. Gadis yg berprofesi sebagai kasir itu, memang sengaja menyibukkan dirinya agar tidak terasa canggung dengan keadaan yg memang tidak bisa dikatakan bagus ini. Lebih tepatnya, untuk menghindari bertemu tatap dengan Dilma.

Margo sedikit menurunkan majalahnya, menoleh pada Sofia yg duduk di sampingnya. Mereka berdua sama-sama duduk di sofa yg tersedia di sudut ruangan ini. "Apa?"

"Aku mau ke toilet dulu ya! Bentar kok!"

Mata Margo membulat. Itu artinya, dia akan di sini? Sendirian menemani dua orang itu? Terlebih, salah satu dari mereka sudah siuman sejak kemarin.

"Dah kak!" Sofia lekas berdiri dan berlari menuju toilet sembari memegangi perutnya.

Baiklah, sekarang Margo bingung harus apa. Ia melirik Dilma sekilas. Nampak gadis yg berbaring itu, tengah menatap tangannya yg diperban. Lalu, Dilma seperti hendak duduk, tapi kesulitan karena keterbatasannya untuk bergerak.

Dengan cepat, Margo menghampiri gadis itu berniat untuk membantunya duduk. "Pelan-pelan." Ucapnya penuh perhatian. Ia sedikit ngilu dengan luka memar dan gores di tangan Dilma. Terutama pada bagian yg diperban. Sepertinya tangan itu patah.

Bagaimana tidak? Mobil Dilma saja sampai hancur di bagian depannya. Setelah ia membanting setir karena hampir saja menabrak pengendara di depannya, alhasil mobilnya menghantam trotoar dan menerobos warung yg ada di pinggir jalan. Jika dihitung, cukup besar kerugian yg ia dapat. Selain mobilnya yang rusak, dirinya dan juga Halen mengalami cidera cukup serius, ia juga harus mengganti biaya warung tersebut.

Deja VuWhere stories live. Discover now