21. Cuphang

2K 209 38
                                    

Wina yang mendengar ucapan Sofia, lantas mengarahkan pandangannya pada leher Margo. Dan disaat itu juga dia langsung tahu apa itu. Matanya kini menatap Margo dengan tatapan tak percaya.

Mendadak, Margo jadi gelagapan. Ia tertawa garing pada Sofia dan menganggap ini bukanlah hal yang besar. "Ahahaha... Ini tuh, kena nyamuk. Aku gak sengaja ngegaruknya kekencengan, makannya jadi merah."

Sofia manggut-manggut paham.

Sungguh, Margo merasa sangat bersalah telah membohongi gadis polos itu. Ia tidak berniat untuk menutupi ini, ia juga ingin Sofia tahu. Tapi rasanya, ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakan itu.

"Jangan lupa diobatin ya, biar lecetnya cepet ilang."

Margo mengangguk pelan. Sedari tadi, ia juga bisa merasakan bahwa Wina terus saja menyenggol-nyenggol lengannya. Ia pasti tidak akan bisa membohongi temannya itu seperti ia membohongi Sofia. Terpaksa, mungkin nanti ia harus memberi tahu Wina kejadian yang sebenarnya.

***

Jam kerja Margo telah habis. Kini, ia, Sofia, dan Wina sedang berdiri di depan supermarket. Sesuai janjinya tadi, Sofia dan Margo akan pergi ke cafe dulu sebelum pulang untuk menceritakan kejadian kemarin. Mungkin lebih tepatnya, mengarang cerita tentang kejadian kemarin.

"Ayo, Kak!" Sofia menggandeng lengan Margo dengan riang. Ia sangat senang bisa menyentuh lengan itu lagi setelah kemarin sosok kekasinya tiba-tiba hilang.

"Iya." Margo pun melangkahkan kakinya.

"Mar." Panggilan Wina membuatnya berhenti. "Nanti gue telepon lo." Ucapnya datar.

Margo hanya mengangguk pasrah. Ia tidak bisa menghindari gadis itu untuk menceritakan kejadian sebenarnya.

Lantas, ia pun kembali melangkah, mengikuti Sofia menuju cafe yang berada tak jauh dari supermarket ini.

Sampailah mereka di sana. Keduanya langsung mencari tempat duduk dan memesan minuman.

"Ayo Kak, ceritain ke aku kemana Kakak kemaren."

Margo menghela nafas. Lagi-lagi, ia harus berbohong. Entah sudah berapa banyak fakta yang ia sembunyikan dari gadis itu. "K-kemaren, aku gak sengaja ketemu sepupu aku. Dia tiba-tiba ngajak aku buat ke rumahnya. Aku udah nolak, tapi dia terus maksa. Anaknya emang keras kepala, ya terpaksa akhirnya aku ikut. Itu aja sih." Di balik meja, ia terus memainkan jarinya tak tenang.

"Kok gitu sih sepupu Kakak? Kalo emang Kakak ke rumahnya, terus kenapa Kakak gak bisa dihubungin?"

"Hp aku mati."

"Pantesan! Tau gak sih? Aku beneran takut Kakak kenapa-napa! Malah, aku sama temen-temen aku sempet ngira Kakak itu diculik."

Margo tercekat mendengarnya.

"Tapi untungnya bukan. Saking khawatirnya, aku sampe lapor polisi."

"Eh? Terus sekarang gimana?"

"Tenang aja, tadi pas Kakak habis nelepon aku, aku udah bilang sama Papa kalo Kakak udah ketemu. Jadi, Papa bisa bilang ke polisi buat berhenti ngelakuin pencarian Kakak."

"M-maaf aku jadi ngerepotin."

"Ish! Gak lah! Sekarang aku malahan seneng karna Kakak baik-baik aja. Aku sempet takut kalo nanti polisi ngasih kabar yang gak enak tentang Kakak."

Margo menunduk. Gadis di depannya ini benar-benar gadis yang baik dan perhatian. Bagaimana ia tega untuk membuatnya sedih jika Sofia mengetahui tentang semua kebohongannya?

"Um, Kak! Nanti aku pengen ke kost-an Kakak ya sebelum pulang."

Margo kembali menegakkan kepalanya. "Ngapain? Kamu harus pulang."

Deja VuΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα