25. Maaf

1.5K 182 50
                                    

Senyuman Sofia tak kunjung hilang sampai detik ini. Ia terus berkaca sembari memegangi bibirnya sendiri. Entahlah, rasanya ini seperti mimpi. Akhirnya ia telah mendapatkan ciuman pertamanya dari orang yang dicintainya. Margo benar-benar membuatnya bahagia. Ya, walaupun sebelumnya mereka harus berdebat dahulu karena kesalahpahaman, tapi setelahnya, tak ada yang mengira bahwa mereka akan melakukan ciuman itu. Sofia tidak bisa melupakannya. Bahkan saat mandi tadi, ia sengaja tak membasuh bagian bibirnya agar bekas bibir Margo tak hilang dari sana. "Kenapa sih, Kakak tuh bikin aku makin cinta sama Kakak?"

Sementara di tempat lain, juga ada Margo yang tengah senyam-senyum sendiri. Ia sedang makan saat ini di kost-annya. Tapi makanan itu tak habis-habis karena dirinya yang tak kunjung menyuap. Bibirnya terus terkatup dan melengkung membentuk senyuman. "Gila gak sih gue? Bisa-bisanya gue lakuin itu sama Sofia. Dia masih kecil, Margo.... Bahkan, dulu gue gak pernah ciuman sama Dilma karena dia masih dibawah umur. Ck! Apaansih gue! Kok harus ngelakuin itu?!" Walaupun ia terus memaki dirinya sendiri karena melakukan hal yang cukup jauh dengan Sofia, tapi tetap saja ia tak merasa menyesal telah melakukan itu. Terus tersenyum dan kembali membayangkan adegan tadi di kamar Sofia.

Setelah sedari tadi senyuman itu terkembang, tiba-tiba wajahnya berubah seperti orang yang menahan emosi. "Si Manda itu udah keterlaluan. Mau dia apa sih? Andai gue tau rumahnya, udah gue datengin!" Ia terdiam sejenak, mencoba mencari cara agar bisa bertemu gadis itu. Ini tak bisa dibiarkan. Manda harus diberi pelajaran. Tapi jangankan tahu rumahnya, tahu nomor ponselnya saja tidak. Tadinya, ia ingin meminta nomor Manda pada Sofia, tapi ia tidak mau merusak momen bahagia mereka tadi, dengan membahas orang lain. Lalu sekarang apa yang harus ia lakukan agar bisa bertemu gadis itu?

Tangan Margo terus mengetuk dahi, sampai akhirnya, ketukan itu berhenti sebab ia mendapat ide. Entahlah, sepertinya ide ini kurang bagus. "Masa iya gue harus tanya Dilma?"

***

Margo menajamkan penglihatannya, melihat ke seberang sana, tepatnya melihat gadis yang baru saja keluar dari sekolah.

Lantas, ia pun keluar dari supermarket, lalu melambaikan tangannya--meminta agar gadis di sana datang kemari.

Gadis itu menunjuk dirinya sendiri, seakan bertanya 'Manggil gue?'

Margo mengangguk, lalu menunggu gadis itu yang sedang menyebrang.

Sekarang ia berdiri di hadapannya. Nampak raut bingung yang ia tampilkan di wajahnya. "Apaan?"

"Sofia gak pulang?"

"Cih! Kakak manggil gue cuma buat nanyain Sofia?! Kurang kerjaan banget sih! Gue harus capek-capek nyebrang nih!" Halen mendengus.

"Bukan, ada yang mau gue omongin, makannya gue nanya Sofia belum pulang."

Gadis itu diam sejenak, menatap Margo beberapa detik, lalu mengeluarkan suara, "Ekskul kali! Kalo gak salah hari ini jadwal ekskul angklung."

Margo manggut-manggut.

"Mau ngomongin apaan??"

"Bukan ngomongin sih, lebih tepatnya minta bantuan."

"Dih! Setelah Kakak sama Sofia sering bikin gue kesel, sekarang Kakak mau minta bantuan sama gue?"

"Ck, gue kan gak pernah ngapa-ngapain lo. Lo debat cuma sama Sofia doang."

"Ya iya sih, tapi kan tetep aja kalian berdua tuh bikin kesel!"

Margo menghela nafas, "Yaudah, mau bantuin gak? Kalo gak mau ya gak apa-apa."

"Ishh! Yaudah apa?!"

"Kakak lo orangnya sibuk gak?"

"Kak Dilma? Ya tergantung. Kalo di sekolahnya banyak tugas, mungkin sibuk. Ngapa?"

Deja VuWhere stories live. Discover now