14

5.8K 740 56
                                    

Permisi, hey!

Mau antar katering makan malam.

Maaf terlambat, ya.

Mau diantar tadi kok kayaknya kalian semua pada kekenyangan.

Kalian pada ada acara tasyakuran 17 Agustusan kaaaan?

Jadi, sengaja diundur. Takut dianggurin soalnya. Hahahhah

Yuk lah silakan dinikmati makan malamnya.

Semoga syukaaa.

Menu untuk besok diinfokan, ya.

Enjoy!

Nggak bosan untuk ngingetin.

Yang punya akun KARYAKARSA mampir nyoook. follow akuuuuuuuu.

MISS DANDELION yaaaaaaaaaaaaaaa

Pernikahan bahagia. Semua jelas mengingikannya, termasuk Eva. Keduanya-Eva dan Tama nekad menikah saat mereka masih kuliah, di dua semester akhir. Tentangan dari orang tua jelas didapat, terutama orang tua Tama. Mereka berhasil melalui tantangan lapis pertama. Restu menikah didapat, meskipun terpaksa. Keduanya tinggal di rumah orang tua Eva setelah menikah. Hanya datang berkunjung ke rumah kedua orang tua Tama sesekali. Ibu mertuanya menganggap Eva telah mencuri Tama dan merusak masa depan laki-laki itu.

Ujian pernikahan satu demi per satu mulai datang. Tama kesulitan membayar uang kuliah karena pendanaan diberhentikan sepihak oleh kedua orang tuanya. Itu memang salah satu konsekuensi yang harus diterima karena ia ngotot menikah saat masih kuliah. Ditambah keadaan Eva yang mengandung anak pertama. Kalau sudah berani nikah, tanggung sendiri akibatnya. Dipikir gampang ngurus anak orang. Orang tua Eva mengambil langkah. Mereka membiayai Tama. Sampai lulus.

Namun, Tuhan begitu baik. Jalan Tama merintis karier begitu lancar. Promosi jabatan pun didapat dengan mudah, tanpa harus menjilat sana-sini. Semuanya benar-benar karena kecakapannya dalam bekerja. Sebuah rumah sebagai bentuk pencapaian kerja pun dibeli, meskipun secara kredit. Renovasi perluasan juga dilakukan.

Kehadiran anak-anak semakin menambah sempurna kebahagiaan keduanya. Perlahan, hubungan dengan kedua orang tua Tama membaik, meski tak sepenuhnya baik. Anak-anak diterima dan mendapatkan kasih sayang dari kakek dan nenek.

Eva selalu mendukung setiap keputusan yang Tama ambil. Pun, saat laki-laki itu memutuskan untuk terjun ke dunia politik. Ia mendukung, penuh. Eva senantiasa mendampingi Tama berkunjung demi mendongkrak jumlah pendukungnya di pemilu legislatif, meskipun harus rela meninggalkan ketiga anaknya. Semua dilakukannya demi mendukung karier sang suami.

Pengkhiatan itu membuatnya menyesal. Sungguh. Angan-angan menua bersama, terpisahkan hanya oleh maut dan membersamai anak-anak sampai dewasa kandas. Cintanya pada Tama yang seolah tak akan pernah berujung tiba-tiba luntur begitu saja. Seharusnya ia biarkan saja Tama mengabdi sebagai budak korporat dan terus menyelesaikan cicilan kredit rumah mereka. Seharusnya tak pernah ia merestui saat Tama menyampaikan keinginannya untuk ikut mencalonkan diri sebagai anggota dewan. Seharusnya .... Sudahlah, semuanya toh sudah terjadi.

Pernah begitu mencintai membuat Eva takut untuk kembali merasakan cinta. Wanita itu takut kembali dikecewakan. Pengalaman buruk dengan Tama menghadirkan trauma tersendiri dalam dirinya. Tak bisa dengan mudah membuka hati dan mempersilakan orang baru untuk masuk, apalagi jatuh cinta. Eva butuh waktu. Entah selama apa, tak ada yang tahu.

Tentang Sebuah KisahWhere stories live. Discover now