30 (END)

16.8K 799 112
                                    

Ada yang masih melek?
Yuk dibaca dulu.

Debur ombak meramaikan suasana malam hari ini. Mereka tiba tepat jam 3 sore. Makan malam bersama di pinggir pantai pun dipilih. Berbagai macam hidangan laut pilihan terbaik disajikan. Meja persegi panjang itu dipenuhi makanan, minuman dan camilan.

Anak-anak lelah bermain, sesempatnya sebelum hari menggelap. Mereka merasa begitu bahagia karena akhirnya bisa mennepi dari hiruk pikuk ibukota dan kesibukan sekolah. Liburan selama dua hari ini tak akan disia-siakan.

Eva dengan segala sifat keibuan yang dimilikinya melakukan rutinitas yang biasanya dilakukan di rumah, berkeliling mengisi piring masing-masing orang dengan nasi. Energi yang habis terkuras karena terlalu lelah harus segera diisi ulang. Sebelum makan dimulai, semua kompak berdoa bersama.

"Bunda, aku mau udang," pinta Terra. Piringnya sudah diangkat. Gadis kecil itu sudah tak sabar menyantap menu olahan udang saus padang yang letaknya persis di dekat sang Bunda. "Boleh minta tolong ambilin?"

"Boleh dong, Sayang." Eva mengambil piring sang putri dan menambahkan beberapa ekor udang di atas nasi. "Makannya yang baik, ya." Wanita itu menatap ke arah Naura yang duduk di sebelah Terra. "Naura mau makan pakai apa, Nak?"

"Mau lobsternya, Tante," jawabnya. Eva berdiri dari duduknya. Lobsternya terlalu besar. Butuh usaha sedikit keras untuk bisa mengeluarkan daging dari cangkangnya. Setelah berhasil mencungkil daging, wanita itu menaruhnya di piring Naura. "Terima kasih, Tante. Kayaknya enak banget."

"Dikenyangin makannya. Kalian pasti capek setelah perjalanan jauh dari Jakarta ditambah langsung main sesampainya di sini," ucap Eva. Ia baru saja mengisi piring dua laki-laki kecilnya dengan lauk pilihan mereka. Samudera memilih cumi bakar, sementara Sagara lebih berselera dengan tumis kangkung belacan dan udang goreng tepung. "Setelah makan, langsung istirahat di kamar."

Seorang laki-laki dewasa hanya bisa tersenyum menyaksikan pemandangan yang kini tersaji di hadapannya. Ibram bahagia memiliki Eva di sampingnya. Wanita itu begitu perhatian dengan putri semata wayangnya. Dan yang membuatnya tambah bahagia adalah sama sekali tak ada penolakan dari Naura. Gadis kecil itu tak merasa keberatan saat dirinya menyampaikan niatannya untuk menjalin hubungan dengan Eva kala itu.

Ibram memasang tampang cemburu seraya bercanda. Bibirnya mengerucut. Piringnya sama sekali belum diisi lauk.

"Kamu kok nggak makan, Bram?" tanya Eva bingung. Laki-laki itu tak menjawab, bibirnya masih mengerucut. "Mau diambilin lauknya juga?"

"Iya, dong. Masa anak-anak aja yang diambilin lauk. Papa kan juga mau, Bunda."

Tunggu. Apa-apaan ini. Papa? Eva dibuat salah tingkah. Ditambah pandangan keempat bocah yang menyaksikannya pun menambah atmosfer kikuk mulai kentara terasa. Sepertinya kedua pipinya sudah bersemu merah.

"Bercanda," ucap Ibram pelan. "Aku mau tumis kangkung sama ikan bakarnya, dong. Boleh?"

"Bo—boleh. Sebentar aku ambilin."

Makan malam usai. Anak-anak sudah masuk ke kamar. Ada tiga kamar yang disewa sampai besok. Satu kamar khusus untuk Ibram. Satu kamar untuk Samudera dan Sagara dan satu kamar yang ditempati Eva, Naura dan Terra.

Eva tak langsung ke kamar. Ibram mengajaknya untuk menikmati pemandangan malam sambil ditemani suara deburan ombak. Angin pantai berembus begitu kencang. Ia lupa membawa baju hangatnya.

"Lho, kok dipakaikan ke aku? Nanti kamu kedinginan." Eva kaget saat tiba-tiba merasakan sesuatu hinggap di punggungnya. Itu jaket yang awalnya dipakai Ibram. "Kamu pakai aja. Aku bisa ke kamar ambil sweater-ku."

Tentang Sebuah KisahWhere stories live. Discover now