27

6.6K 756 52
                                    

hai, semuanyaaa.

Mon maap aku unpublish bab 27 yaaa.

Aku baca ulang. Kok kek ngerasa kurang aja gitu. 

Jadi, aku revisi.

Semoga versi yang ini greget ya.

"Aku. Mau?"

Kalimat itu selalu menggaung di telinganya. Eva tak pernah menjawab pertanyaan Ibram. Ini jelas konyol. Bagaimana mungkin laki-laki—sahabat kecilnya itu mengatakan akan menikahinya dengan ekspresi sangat santai? Ibram yang sekarang memang sangat jauh berbeda dengan sosoknya di masa lalu. Ibram sudah sepenuhnya menjelma menjadi laki-laki dewasa, seorang ayah dan ... duda.

Sejak hari itu, Ibram memang menunjukkan usahanya. Menjadi jauh lebih perhatian, sudah pasti. Setiap jam, laki-laki itu akan mengirimkan pesan berisikan; kegiatan apa saja yang dikerjakannya seharian, siapa saja yang ditemuinya seharian dan makanan apa saja yang dimakannya seharian. Bahkan, ia tak sungkan mengajak Eva sleep call setiap malamnya. Apa yang mereka bicarakan? Hanya sebatas hal-hal kecil yang berakhir dengan tawa renyah kedua orang dewasa itu.

Laki-laki itu jadi lebih sering datang berkunjung. Bahkan, di sela-sela waktu istirahat kantor pun ia akan dengan sangat rela menerobos lalu lintas ibu kota hanya untuk mampir makan siang bersama Eva di rumah atau restoran. Setiap akhir pekan ia pun akan datang berkunjung. Tak lupa membawa Naura serta.

Anak-anak—ketiga anaknya dan Naura menjadi jauh lebih akrab. Mereka berteman dengan sangat baik, seperti yang Eva harapkan. Terra dan Naura terlihat seperti sepasang adik-kakak.

Eva tengah bersiap. Ibram baru saja menelepon dan mengatakan akan datang menjemput. Pergi ke mana, belum tahu. Laki-laki itu tak menjawab saat ditanya.

Rasanya wanita itu tahu ke mana ia dibawa. Berbekal sebuah buket, sekresek kembang tabur dan dua botol air mawar sudah cukup untuk dijadikan petunjuk. Dugaannya semakin diperkuat saat mobil Ibram berhenti di parkiran sebuah pemakaman umum.

"Mau ziarah ke makam siapa?" tanya Eva penasaran. Laki-laki itu hanya tersenyum. Sama sekali tak menjawab pertanyaannya. Ibram menggandeng Eva saat memasuki kompleks pemakaman. "Bram, mau ziarah ke makam siapa?"

Sebuah makam berselimutkan rumput Jepang segar bernisan marmer hitam menyapa keduanya. Ibram mengucap salam, begitu pula dengan Eva. yang dilakukan laki-laki itu selanjutnya adalah membersihkan makam, memastikan tak ada tamanam liar yang mengganggu. Keadaan hening seketika. Ibram mempimpin doa ziarah kubur. Berharap seseorang yang bersemayam di dalam sana dilapangkan kuburnya dan dijauhkan dari siksa kubur.

"Ini makam almarhumah mamanya Naura?" tanya Eva. Ibram mengangguk. Laki-laki itu menabur kembang di atas makam. Gianina Wimala.

"Gina meninggal setelah melahirkan Naura di Semarang. Dia minta dimakamin di Jakarta karena mamanya juga ada di sini." Ibram menunjuk satu makam tepat di sebelah makam mendiang Gina. "Itu makam ibu mertuaku."

Eva kembali hening untuk beberapa saat. Kedua matanya terpejam seraya merapal doa menyelipkan nama ibu Gina di dalamnya.

"Gina tau soal kamu, Va. Aku ketemu dia nggak lama setelah menetap di Semarang. Kami berteman baik. Aku banyak cerita soal kamu. Dia yang selalu nyemangatin aku dan bilang kalau suatu hari nanti aku pasti bisa ketemu sama kamu. Gina benar, Va. Aku berhasil nemuin kamu."

"Bram ...." Eva mengusap pelan lengan Ibram.

"Sebelum meninggal pun, dia masih sempat ngingetin aku untuk cari kamu. Bahkan, dia yang kasih nama Naura waktu aku bilang ke dia kalau aku suka nama itu. Gina juga tau kalau ...."

Tentang Sebuah KisahWhere stories live. Discover now