26 - UNGKAPAN PERASAAN

435 95 21
                                    

HAPPY READING!💗

oOo

Setelah berjalan kaki sekitar 5 menit, Daisy dan Elang sampai di depan sebuah gang. Daisy menatap gang tersebut dengan penuh penasaran. Ini adalah gang yang sama dengan kompleks rumah Varen. Daisy jadi berpikir, apakah Bunda Elang bertetangga dengan Varen? Atau mungkin saja, Daisy dan Bunda Elang pernah bertemu dan saling mengenal sebelumnya.

"Hampura, Neng, Ujang. Saya teh mau ke rumah saudara ada urusan penting. Jadi, saya cuma bisa nganter sampe sini," ucap pria tersebut.

"Owh, gitu. Kalo boleh tau, nomor rumahnya berapa ya, Pak?" tanya Daisy.

"Nomor rumahnya dua puluh tujuh, Neng."

Daisy terkejut dengan jawaban pria tersebut. "Bapak nggak salah, kan?"

"Enggak atuh, Neng. Kalo begitu, saya permisi. Punten, Neng, Ujang."

"Makasih, Pak," ucap Elang yang diangguki pria tersebut yang kemudian pergi meninggalkan Daisy dan Elang.

Daisy masih terdiam di tempatnya berdiri. Bagaimana ini mungkin? Nomor rumah tersebut adalah nomor rumah Bunda Varen. Apakah Bunda Elang dan Bunda Varen adalah wanita yang sama? Jika itu adalah benar, apa mungkin Varen mau menerima Elang sebagai kakaknya? Daisy sangat mengenal Varen dan kebenaran ini mungkin saja sulit untuk diterima oleh sahabatnya itu.

"Lo kenapa?" tanya Elang.

Daisy berusaha menarik senyumnya. "Enggak papa, Kak."

"Ayo, kita cari rumah nomor dua puluh tujuh."

Daisy mengangguk, lalu mulai berjalan mengikuti langkah Elang yang berjalan di depannya. Setelah berjalan sekitar 100 meter, kini keduanya telah sampai di depan gerbang sebuah rumah dengan nomor 27. Jantung Daisy berdetak 2 kali lebih cepat ketika Elang memencet bel rumah tersebut yang berada di sisi gerbang. Tak lama kemudian, seorang wanita berusia 42 tahun membuka gerbang rumah tersebut.

"Kamu cari siapa?" tanya wanita itu bernama Livia, yang tak lain adalah Bunda dari Varen.

Elang terkejut melihat siapa wanita itu. Dia adalah wanita yang beberapa hari lalu berada di kafe bersama Ayahnya.

Livia mengerutkan keningnya bingung, lalu pandangannya tertuju pada gadis di belakang Elang. "Daisy?"

"Bunda?" panggil Elang. Membuat wanita berusia 42 tahun itu kembali menatapnya.

"Iya? Ada apa?" tanya Livia masih dengan wajah bingung.

"Apakah nama anda Livia Kartika?"

Livia menganggukkan kepalanya. "Iya. Kamu siapa?"

"Nama aku Elang Darelano Narendra," jawab Elang. Membuat Livia langsung menatapnya tidak percaya.

"Elang? Apakah Ayahmu bernama Damar Narendra?"

"Iya, Bunda."

Livia segera mengecek lengan kiri Elang yang terdapat sebuah tanda lahir, lalu tangannya menangkup kedua pipi Elang. "Kamu beneran Elang, Nak. Putra pertamaku."

Livia langsung menarik Elang ke dalam pelukannya. Keduanya sama-sama menangis karena mengeluarkan segala kerinduan yang selama ini sempat tertahan. Daisy yang melihat ikut meneteskan air matanya. Dia sangat bahagia karena Elang sudah bertemu dengan wanita yang telah melahirkannya.

"Kenapa Bunda tinggalin Elang sendiri sama Ayah?" tanya Elang yang masih memeluk Bundanya.

"Maaf, Elang. Ayahmu menyuruh Bunda buat nggak temuin kamu."

CANDYTUFTWhere stories live. Discover now