12

4.1K 850 367
                                    

           Jenov mengetuk-ngetuk pena yang ada di tangannya. Dokumen perizinan tambang, permintaan pembangunan jembatan, dan perbaikan pelabuhan di timur harus segera diurus, namun ia sendiri tidak bisa fokus sama sekali.

Hembusan nafas Jenov menguar di udara. Ada rasa kesal, sekaligus... Jenov berdecak. Perasaan apalagi? Jelas-jelas ia sangat kesal. Gadis macam apa yang mencium orang lain sesuka hatinya? Sekarang, Jenov menyesal menikahi wanita itu. Seharusnya, dari awal ia tidak masuk ke dalam jerat Arthea.

Gadis itu berpura-pura tidak teratarik dengan pria, tapi sikapnya seperti ingin menikahi semua orang. Dia bahkan merayu Helios, sampai-sampai elang keluarga Helios Sebastian langsung datang pagi-pagi buta. Tanpa tahu malu, temannya itu menanyakan apa Artheandra ada di Duchy?

Jenov berdecih, sembari melirik surat yang sudah ia buang ke tempat sampah. Ada hubungan apa mereka? Helios bahkan meminta secara pribadi untuk menemui istrinya itu. Padahal, seingat Jenov, Helios bukan pria yang suka mendekati wanita lebih dulu.

"Tuan Duke..." Suara Emir terdengar dari luar. Pria itu langsung masuk ke ruang kerja dengan troli berisi kue dan kepulan teh panas, "Nyonya Duchess membuat kue sejak tadi pagi. Beliau ingin meminta maaf."

Emir meletakkan kudapan itu di meja. Jenov pun langsung pindah untuk melihat makanan yang disiapkan Arthea, "Dia masak sendiri?"

"Iya, dapur Anda hampir terbakar." Emir menuangkan teh ke dalam cangkir kecil.

Jenov pun meminumnya. "Ini apa?" Rasanya sangat asin.

"Katanya teh."

"Aku kira ramuan." Jenov pun mengambil kue yang sudah dihias dengan cantik.

Wanita itu bahkan menggambar wajah sedih di atas kue. Ada surat di samping teko teh, 'Maaf Jen Jen... Jangan marah lagi.'

"Apa Duchess memanggil Anda Jen Jen?" Emir tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

"Sudahlah... kau pergi saja." Ia menyembunyikan surat dari Arthea dan menaruhnya di laci.

Emir hanya geleng-geleng kepala, lalu membungkuk untuk pergi dari sana.

Kue bukanlah makanan kesukaan Jenov. Tapi, gadis itu sudah repot-repot, sehingga ia mengambil kue itu lalu memakannya.

"AAAAHHHH JANGAN!!" Pintu ruangan Jenov dibuka, hingga Emir memegang dadanya, "Nyonya!"

"HUEEKKK..." Terlambat, Jenov muntah.

Arthea yang melihatnya langsung mendekati pria itu, begitu juga dengan Emir. Laki-laki tua itu langsung mengambil sapu tangan dan air untuk tuannya. "Apa yang terjadi?" Emir takut Tuannya diracun, sehingga ia langsung mengambil kue itu lalu mengunyahnya dalam mulut, "HUEEKK..." Emir memegang dadanya, lalu melepeh semua kue yang ada di mulutnya.

Arthea menjauhkan kue itu, "Maaf... aku baru sadar kuenya aneh." Ada rasa asin, amis, dan rasa muntahan yang tidak ia mengerti kenapa bisa rasanya seperti itu. Padahal ia sudah mengikuti semua resep yang ditulis Luca—Si kepala koki.

"Nyonya, sebaiknya Anda tidak memasuki dapur." Emir membersihkan sisa kue yang ada di lidahnya. Tujuh puluh tahun hidupnya, baru kali ini Emir menyantap kue dengan rasa yang sungguh tidak enak.

"Kau ingin membunuhku?" Jenov menyandarkan tubuhnya di kursi.

"Minum tehnya," ujar Arthea.

"Tehnya asin."

"Benarkah?" Arthea mengambil cangkir teh milik Jenov, lalu memuntahkannya ketika lidahnya bertemu dengan rasa asin yang luar biasa. Sepertinya ia keliru dengan bentuk gula dan garam.

The Legend of Arthea : Punishment and PenanceWhere stories live. Discover now