19

3.2K 810 154
                                    

ya, Tuhan, sudah berapa lama aku gak update? maaf, ya. semisal aku satu minggu gak update, bisa minta update lewat dm ig. kadang aku baru inget di jm 11 malam. aku tunda, eh malah keterusan. sekali lagi maaf karena cerita ini terkesan terlantar. semoga kalian masih ada di sini buat baca.

terima kasih sudah setia menunggu. semoga ceritanya menghibur




***



Ketika mereka sampai di Arenberg, Arthea benar-benar berubah. Gadis itu selalu mencari kesempatan untuk menggodanya. Dia bahkan bertingkah layaknya istri sungguhan. Jenov benar-benar tidak mengerti dengan pola pikir gadis itu. Dia selalu melakukan apapun semaunya.

"Sepertinya hubungan Anda berjalan dengan baik." Emir menyerahkan dokumen yang harus Jenov tanda tangani.

Pria itu mendengus, "Dia melakukan itu hanya untuk menggodaku."

Emir duduk di hadapan Tuannya, "Tuan, saya dapat melihat jika Anda lebih bahagia bersama Nona Arthea. Bukankah lebih bagus jika pernikahan ini dipertahankan?"

Pasalnya, sejak awal Emir sudah mengetahui jika Jenov menikah dengan Arthea hanya untuk menutupi hubungannya dengan Putri Mahkota. Ketika suami wanita itu meninggal, dia akan menjadi janda. Saat itulah Jenov akan menceraikan istrinya agar mereka bisa bersama.

Emir tidak mengerti dengan jalan pikiran Tuannya itu, "Ada beberapa surat dari Nona Jannettha, tapi Anda tidak peduli. Saya jadi penasaran... apa perasaan Anda sudah berubah?"

Jenov diam.

Pria tua itu menghela nafas, "Tuan Duke... coba pikirkan sekali lagi. Apa tidak masalah jika Nona Artheandra meninggalkan Arenberg? Beliau masih muda, jika bercerai, besar kemungkinan beliau menikah lagi."

"Setelah perceraian, dia tidak akan menikah," putusnya.

"Manusia bisa berubah. Kita tidak tahu ke depannya sosok seperti apa yang akan mendekati Nona Arthea." Emir menatap Tuannya itu, "Seperti teman Anda—Tuan Helios. Mereka berkirim pesan beberapa kali."

Jenov mengernyit, "Kapan?"

"Kemarin. Balasan dari Tuan Helios datang hari ini. Kesatria beliau menitipkan suratnya pada saya."

Jenov berdecak. Sudah ia duga Arthea main-main. Gadis itu menempelinya seharian, tapi di belakangnya dia mengirim pesan ke laki-laki lain.

Jenov mendadak kesal. Dia menyingkirkan tumpukan dokumen yang harus ia urus.

"Ada apa, Tuan?"

"Aku kerjakan nanti."

"Baik... untuk kata-kata saya barusan, coba dipikirkan baik-baik."

"Emir, kau tidak mengenal Arthea." Jenov menatap pria yang sudah ia anggap sebagai keluarganya sendiri, "dari awal menikah, dia memintaku untuk menceraikannya dalam beberapa bulan. Lalu, akhir-akhir ini dia merayuku dengan tingkahnya yang aneh."

Emir mengangguk. Saat sarapan tadi, Nyona Arthea melayangkan kecupan di pipi suaminya. Itu semua dilakukan di hadapan pelayan.

"Mungkin dia suka padaku. Tapi, terkadang tindakannya tidak tulus."

Jenov sendiri bisa merasakan tindakan mana yang tulus dan tindakan mana yang terpaksa. Ketika gadis itu mengatakan hanya Jenov satu-satunya, jelas sekali apa yang dia keluarkan dalam mulutnya hanya kata-kata manis yang tidak ada artinya sama sekali.

Arthea itu abu-abu. Kadang dia gugup dan salah tingkah. Tapi, terkadang dia biasa saja. Sentuhan fisik yang Jenov lakukan seolah bukan apa-apa bagi gadis itu.

The Legend of Arthea : Punishment and PenanceWhere stories live. Discover now