BAB 09

11.8K 601 16
                                    


Tentang syarat diajukan tempo hari, kedua mertua menerima tanpa menanyakan apa pun atau mengajukan permintaan lain.

Bahkan, dibuatkan surat perjanjian yang akan ditandatangani oleh dirinya dan Sadha.

Isi di dalam dokumen tidak ada yang berefek merugikan untuknya, justru menguntungkan.

Terutamanya menerima uang bulanan tetap dengan nominal fantasi, yakni tiga ratus juta. Mulai diberikan minggu depan.

Tarima ingin menolak. Tidak mau berhutang ataupun menjadi pengemis di mata keluarga Sadha. Tak akan menuntut materi, karena target utama adalah hak atas bayinya.

Dirinya masih bisa berpenghasilan tanpa harus meminta. Kebutuhan buah hatinya pasti akan mampu dipenuhi. Ia bertanggung jawab.

Harus dibicarakan ulang dengan mertuanya. Namun, dari sekretaris pribadi Ibu Hanni, ia mendapat informasi mereka tengah berlibur di kapal pesiar selama dua bulan kedepan.

Niatan harus ditunda, sampai Pak Buda dan Ibu Hanni datang. Rasanya tidak enak jika harus mengganggu kegiatan mertuanya.

“Kamu kenapa nggak makan? Nggak enak masakan yang aku buat, Tari?”

Pertanyaan Kenanga membuat lamunannya terhenti. Lalu, dibawa satu potong cumi asam manis ke dalam mulut. Dikunyah cepat.

Ditelan segera dengan minum air.

“Enak masakan kamu.” Tarima menyanjung.

“Makasih sudah masak.” Dipuji dengan nada manis sembari tersenyum tulus ke Kenanga.

“Benaran udah enak? Aku mau masak nanti buat Om Leo. Dia suka cumi.”

Tarima mengangguk cepat. “Iya, sudah enak. Aku suka. Dan pasti Om Leo juga suka.”

Kenanga cekikikan. Ia tertawa pelan.

“Aku nginap di sini, ya, Tari. Mau curhat lagi tentang Om Leo yang manis. Hihi.”

“Nginap aja. Aku juga kesepian.” Celotehan canda disertai dalam menanggapi permintaan diajukan oleh sang sahabat.

“Oh, iya, hampir aku lupa kasih tahu kamu, kalau tes paternitas mulai bisa dilakukan bulan ini. Seminggu lagi ada jadwal.”

“Papaku sudah bilang ke Paman Buda.”

Tarima mendadak tegang. Menyuap cumi ke mulut pun urung dilakukannya. Sendok pun dibawa kembali ke piringnya.

Ditatap dengan serius Kenanga.

Terbayang langsung bagaimana dirinya akan mengikuti tes tersebut. Dan pada akhirnya kebenaran tentang bayinya akan terungkap oleh Sadha. Bagaimana reaksi pria itu?

Akan terkaget-kaget sampai pingsan? Tentu ia cukup penasaran dengan respons Sadha.

“Maaf, aku nggak bisa bantu, Tari.”

“Kalau sampai aku manipulasi, lisensi praktik dokterku pasti akan dicabut selamanya.”

“Aku sudah dapat solusi, Kena.”

“Aku minta cerai setelah melahirkan. Aku juga dapat hak atas anakku sampai dia tujuh belas tahun.” Tarima berucap dengan mantap.

“Kamu mau cerai dari Kak Sadha?”

Dianggukan kepala tanpa ragu. “Iya.”

Sang sahabat tak berkomentar apa-apa. Tapi dari raut wajah Kenanga, ia tahu jika kawan baiknya tidak cukup nyaman mendengarkan pemberitahuan yang dirinya sampaikan.

“Keputusanku salah?” Tarima bertanya. Ingin tahu bagaimana pendapat Kenanga.

“Aku nggak berani bilang salah, ya cuma kamu harus memikirkan anak kamu juga.”

Bayi Milik Suami DudaWhere stories live. Discover now