Part Spesial : Bulan Madu

7.2K 315 17
                                    


Kita ending-kan saja di bab 30 karena konflik udah selesai. Dibikin part-part spesial aja.

Ayoloh harus ramaikan part ini dengan komen dan vote, biar soon ditambah part. Tergantung respons kalian nih.

........................

"Mas Sadha ke mana?" Tarima menjadi panik sendiri karena tak mendapati sang suami tidur di sampingnya.

Padahal, beberapa jam lalu, saat dirinya terjaga sebentar, masih diingat jelas jika Sadha memeluknya erat seraya tertidur.

Kini, saat dirinya sudah bangun, malah tidak dilihat sosok sang suami.

"Ke mana Mas Sadha?"

"Apa lagi keluar, ya?" Tarima menebak sembari beranjak dari posisi berbaring.

Diturunkan diri dengan hati-hati, perut yang semakin besar, membuatnya harus melangkah pelan-pelan agar tak jatuh.

Walau perasaan masih panik bercampur penasaran akan keberadaan sang suami.

Tarima mengedarkan pandangan ketika berjalan, menelisik ke sofa. Mungkin saja Sadha ada di sana, bisa jadi pria itu berpindah tidur dari ranjang mereka.

Namun, ketika diperiksa sekali lagi, tak didapati sang suami ada di sana.

Tarima merasa semakin penasaran. Ia pun menyusuri setiap sudut kamar hotel yang luasnya lumayan besar.

Kakinya lantas berhenti tepat di depan kamar mandi. Tangannya pun juga telah ditempatkan pada knop, hendak diputar agar bisa masuk ke dalam tentu saja.

Namun saat mendengar gemericik suara air yang berasal dari shower, Tarima lekas mengurungkan niat ke dalam.

Nyaris saja ia mengganggu sang suami yang rupanya sedang mandi.

Andaikan tadi terlambat beberapa detik saja, pasti benar-benar akan masuk ke dalam dan melihat Sadha yang mungkin tidak memakai apa pun.

Seketika, wajah menjadi memanas oleh pikiran kotor yang muncul di kepala.

Tarima berusaha segera untuk mencari pengalihan, sebelum imajinasinya kian liar memikirkan sang suami.

Kaki pun lekas dibawanya melangkah menuju ke balkon. Tempat yang paling jauh dari kamar mandi.

Udara cukup dingin menerpa, manakala pintu kaca balkon dibuka, namun masih bisa ditahan olehnya, sehingga tak perlu untuk mengambil pakaian hangat.

"Bagus banget." Tarima mengeluarkan kalimat sarat nada terpukau karena ia sungguh sedang kagum dengan indah panorama air terjun Niagara.

Setelah beberapa minggu sempat batal pergi ke Amerika karena masalah visa, akhirnya kemarin mereka berangkat.

Kota yang dikunjungi pertama adalah New York. Menginap di hotel mewah persi di dekat Niagara Falls.

Sang suami pun memilih jenis kamar yang dapat memberikan pemandangan secara langsung ke air terjun terbesar di dunia itu, sehingga ia bisa menyaksikan keindahannya lewat balkon.

"Kamu lagi apa, hmm?"

"Mas?"

"Iya, Sayang."

Tarima seketika merinding menerima pelukan dari belakang oleh suaminya. Ia jelas tak menduga akan keberadaan pria itu karena tidak disadarinya sama sekali sudah selesai mandi.

Sadha merengkuhnya tanpa memakai atasan, bertelanjang dada. Jadi, rasa gugup bertambah berkali-kali lipat.

Harusnya sebagai pasangan suami-istri, kedekatan seperti ini sangat lumrah dan tak membuatnya tegang, terlebih lagi mereka sudah tidur bersama beberapa kali sejak memutuskan tinggal bersama.

"Kamu lagi lihat air terjun?"

Sadha mengulang pertanyaan karena tak ada tanggapan lanjutan dari sang istri, padahal masih ingin dilanjutkan obrolan di antara mereka berdua.

"Air terjunnya kelihatan cantik dari sini, Mas. Aku takjub."

"Kamu lebih cantik, Sayang."

"Mas bilang apa?" Tarima pun coba mengonfirmasi sekali lagi ucapan sang suami. Bisa saja salah didengarnya.

"Aku bilang kamu cantik."

"Makasih, Mas." Tarima memberikan tanggapan yang singkat dengan kedua pipinya terasa memanas kembali.

"Anak kita nendang-nendang?"

"Belum nendang-nendang dari aku bangun, kayaknya masih bobok dia di dalam." Tarima memegang perutnya.

Dan belum ada pergerakan dirasakan karena sang calon anak. Berbeda dari subuh tadi, si jabang bayi cukup aktif bergerak sehingga ia dibuat terbangun.

Sang suami pun menyusul. Membelai lembut perutnya sembari menyapa sang calon buah hati dengan nada riang.

Sadha akan sangat hangat bersikap pada bayi di dalam perutnya. Terlihat begitu sayang dengan calon anak mereka.

Banyak bicara juga, saat sesi mengobrol di malam hari untuk mengajak calon anak mereka berkomunikasi. Ia suka cara pria itu.

"Kenapa menatapku begitu?"

Tarima sendiri tidak cukup sadar jika memandang lekat suaminya. Terlalu hanyut pula dengan pikiran sendiri.

"Apa aku tidak boleh menatapmu, Mas? Aku senang saja melihat suamiku."

"Boleh, Sayang."

"Tapi, aku akan salah tingkah ditatap kamu lama-lama."

Sang suami tersenyum lebar sembari menggaruk-garuk bagian belakang kepala. Tampak lucu sikap Sadha di matanya sampai-sampai ia tertawa.

Lalu, kembali dipeluk suaminya.

Dan tentu mereka berdua masih saling menatap. Mata pun memancarkan cinta yang tulus untuk masing-masing.

"Jangan salah tingkah, Mas. Aku akan terus natap kamu, kalau kamu masih salah tingkah." Tarima bercanda.

Sadha pun tertawa kembali.

"Aku harus gimana, Sayang?"

"Kamu harus lebih agresif, Mas. Aku ingin lihat kamu bucin akut." Tarima pun dengan santai meloloskan guyonan untuk kian mencairkan ketegangan yang tengah dirasakan sang suami.

"Agresif seperti ini mau kamu?"

Tarima langsung dibuat kaget tiba-tiba karena menerima cumbuan mesra pada bibirnya dari sang suami. Sadha cukup peka akan apa yang dimaksudnya.

..............

Komen yok komen.

Bayi Milik Suami DudaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon