BAB 18

10.6K 635 17
                                    


Tarima terbangun sudah sejak pukul satu dini hari tadi. Namun, tak keluar kamar. Bahkan tidak turun dari ranjang sama sekali.

Waktu digunakan untuk membaca. Tentunya dengan harapan segera meraih lagi kantuk.

Namun, ia malah semakin melek.

Kemudian, rasa lapar menyerang. Tak dapat diabaikan karena sudah pasti tidak akan bisa tidur. Harus makan sesuatu lebih dulu.

Di kulkas, ada roti dan beberapa buah. Cukup untuk mengisi perutnya yang keroncongan.

Sejak hamil, nafsu makan mulai meningkat, ia menuruti apa pun ingin disantap. Berat badan juga sudah naik beberapa kilogram.

Masih kategori normal kata Kenanga. Jadi, tak perlu mencemaskan bobotnya berlebihan.

Tok!

Tok!

Tok!

Tarima baru saja keluar dari kamarnya, ketika mendengar ketukan pada pintu kediamannya.

Dirinya langsung waspada. Terlebih tak ada lagi ajudan sewaan Sadha yang berjaga.

Terakhir, kemarin siang saja, saat pulang dari rumah sakit. Setelah itu, tidak ada lagi.

Tarima senang dan merasa bebas. Sebab, ia tak pernah suka akan penjagaan berlebihan dilakukan oleh pihak suaminya.

Dan dari dua hari lalu, Sadha juga tak pernah muncul sekalipun di hadapannya.

Terakhir, malam itu, di rumah sakit, setelah sang suami mendeklarasikan keputusan menceraikannya, Sadha langsung pergi.

Cukup kaget dengan apa dikatakan pria itu, tapi ia lebih merasa lega karena akan segera mengakhiri ikatan pernikahan mereka.

Rasanya tak perlu menunggu hingga waktu melahirkan tiba. Jika memang bisa dipercepat atas kemauan suami kontraknya sendiri.

Tok!

Tok!

Tok!

Ketukan kembali pada pintu kediamannya.

Lalu, ponsel miliknya di dalam kamar juga berbunyi. Ada panggilan masuk. Tentu mengherankan karena tak biasanya ada menelepon saat larut malam begini.

Ketukan pintu juga terdengar lagi.

Tarima kebingungan, harus mendahulukan yang mana. Namun, insting menyuruhnya untuk memeriksa siapa yang datang.

Tak mungkin bertamu tanpa tujuan penting.

Tarima bergerak ke pintu. Langkah pelan. Tak mau menimbulkan suara. Ia mengintip lewat jendela, sebelum benar-benar membuka.

“Pak Leo?”

Ya, yang dilihatnya adalah Leo Wisesa.

Tak mungkin salah mengenali.

Keheranan Tarima semakin besar. Sungguh terlalu aneh jika pengacara yang disukai oleh sang sahabat mendatangi rumahnya.

Tentu, tanda tanya yang muncul di kepalanya hanya akan terjawab jika ditanyakan secara langsung dengan Leo Wisesa.

Dibuka pintu rumahnya kemudian.

Sang tamu tampak kaget. Tiba-tiba berjalan mundur dengan ekspresi yang tegang.

Firasat buruk mulai menyerang Tarima. Ia seperti akan menghadapi situasi yang buruk.

“Hallo, Tari.”

“Kamu sudah tidur?”

“Belum, Pak Leo.” Tarima menjawab singkat. Tak mau menjelaskan lebih banyak kenapa dirinya masih terjaga sampai saat ini.

Bayi Milik Suami DudaWhere stories live. Discover now