Prolog

16K 1.4K 52
                                    

Tangannya yang tak berdaya gemetar. Dadanya naik turun mengikuti alur napasnya yang tak terkendali. Sementara tangan berjari indah itu perlahan mendekat, berusaha mencengkeram kehidupannya. Dalam sekejap, ia bisa mencium aroma kematian menjelma dalam titik-titik embun malam yang menempel di kaca jendela.

"K-kau." Suaranya tercekat, seumpama oksigen yang mengalir melalui celah sempit organ pernapasannya diikat mati.

Pemilik tangan berjari indah itu hanya tersenyum menyeringai, seolah menertawakan ketidakberdayaan orang yang berbaring lemah di hadapannya.

"Kau terkejut?" tanya si pemilik tangan berjari indah dengan suara sedingin es.

Si pemilik tubuh yang terbaring tak berdaya berusaha menggerakkan tangannya dengan susah payah. Ia mencari pegangan agar bisa bangkit dan lari menghindar. Sayang, tenaganya tidak cukup, bahkan meski hanya untuk mengangkat tangannya.

"Berusaha lari?"

Mata si pemilik tubuh yang terbaring membeliak menatap sosok mengerikan di hadapannya.

"Jangan menatapku sepert itu!" bentak si pemilik tangan berjari indah. "Kau yang memaksaku melakukan semua ini padamu!" tangannya menuding lurus ke wajah lawan bicaranya yang masih berwajah shock campur marah.

Perlahan ia mulai mendekat hingga jarak mereka hanya tinggal hitungan jengkal tangan.

"Aku sudah memberimu kesempatan sejak lima tahun yang lalu untuk menyerahkan semuanya, tapi kau bersikeras dan bahkan coba melawanku."

Pemilik tangan berjari indah merogoh saku mantelnya, mengeluarkan sesuatu sejenis sapu tangan kemudian perlahan membungkus tangan kirinya dengan sapu tangan itu.

"Apa kau tahu apa yang akan kulakukan padamu, hah? Kenapa kau begitu ketakutan? Aku jamin, setelah ini kau tak perlu menderita dan menghabiskan sisa uangmu untuk berobat di rumah sakit. Kau bisa beristirahat dengan tenang. Aku bisa membantumu," orang itu tersenyum simpul.

Peluh semakin deras mengucur di pelipis pemilik tubuh yang terbaring. Berusaha keras ia menggelengkan kepalanya yang terasa kaku seperti robot agar sosok di depannya itu mengasihaninya. Namun, sosok itu terlalu kejam.

Masih dengan senyum simpul penuh kemenangan menghiasi wajah, tangannya mencengkeram erat selang oksigen tipis itu. Satu-satunya alat yang mampu menopang kehidupan sang pemilik tubuh yang terbaring untuk bertahan hidup.

Ia sekarat. Ia kehabisan napas. Dadanya terasa seperti terbakar. Tangannya yang tak berdaya berusaha menggapai-gapai apa yang ia bisa. Namun, sosok di hadapannya itu begitu kejam seolah ingin mengalahkan dinginnya sang malaikat maut saat mencabut nyawa.

Tenaganya meluruh. Seluruh tubuhnya digerogoti oleh rasa nyeri tiada tara dan pada akhirnya ia kejang-kejang. Tubuhnya kaku beberapa saat kemudian. Tak bernyawa.

~TBC~

Budayakan vote atau komen setelah membaca, ya. Karena itu salah satu bentuk dari penghargaan bagi sebuah tulisan dan orang yang sudah menulisnya.

Jangan lupa untuk klik tanda bintang di sudut kiri bawah setelah membaca chapter ini, terima kasih 😊

Love,
❤️Kei❤️

[END] PoseidonWhere stories live. Discover now