The Beggining

5.9K 263 20
                                    


Pagi berganti menjadi siang, berganti kembali menjadi sore, dan terakhir, matahari itu akhirnya tenggelam meninggalkan langit yang berubah menjadi gelap. Cahaya rembulan yang menyembul dari balik awan hitam yang menggantung di langit tidak mampu memberikan penyinaran sempurna.

Hembusan angin malam yang dingin menerpa tubuhnya, memberikan sensasi menusuk pada kulit pucatnya. Namun rasa dingin itu tidak mampu menutupi rasa sakit yang berada di dalam dirinya—tepatnya pada sang hati yang terluka oleh seseorang yang sangat dicintainya.

Gadis itu memejamkan matanya yang sudah terlihat bengkak, rasa perih di dalam hatinya mengalahkan semua rasa sakit yang ia rasakan di tubuhnya. Buliran bening yang sedari tadi ia tahan akhirnya kembali menetes membasahi pipi tirusnya.

Alea menghirup nafas dalam-dalam, mencoba untuk meredam rasa sesak di dadanya. "Kenapa rasanya begitu sakit..." lirihnya dengan suara parau.

Tangannya terangkat, merasakan detak jantungnya yang berdenyut menyakitkan. Entah bagaimana Alea harus menjelaskan, tapi kali ini dirinya benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Rasa sakit itu seperti tidak dapat dibendung lagi oleh dirinya, namun ia terus memaksakan untuk menelan sendiri sakit itu.

Jeritan pilu tiba-tiba keluar dari bibir merahnya, menggema di seluruh penjuru alam yang luas. Suara ombak yang berdebur kencang tidak mampu mengalahkan jeritan pilu itu. Siapapun orang yang mendengarnya pasti akan merasakan betapa pilunya Alea saat ini.

Tubuhnya bergetar—tidak, bukan karena dirinya merasa dingin karena angin yang menerpa kulitnya—itu karena rasa sakit yang menyelimuti hatinya tidak lagi mampu Alea redam. Seberapa besar usaha Alea untuk menghindar, rasa sakit itu tetap terasa nyata baginya. Rasa sakit itu tetap menyelimuti hatinya yang sudah remuk.

"Kalau begini jadinya... apa aku masih bisa bertahan?"

Isak tangis kembali terdengar, menemani kesendiriannya yang menyakitkan. Tangannya mencengkram erat baju yang digunakan, mencoba untuk menggenggam hatinya yang remuk, merasakan luka yang tidak pernah terlihat namun terasa begitu nyata.

"Alea..."

Panggilan itu membuat Alea menoleh ke belakang. Matanya yang memerah menatap nanar pada seseorang yang kini berdiri di hadapannya. Seseorang yang sudah membuat luka berkali-kali pada hatinya.

Rayhan Abimanyu, berdiri tepat di hadapannya menggunakan setelan tuxedo putih yang membalut tubuh sempurnanya. Wajah tampannya terlihat datar dengan tatapan dingin yang menusuk, membuat Alea tanpa sadar menelan salivanya. Namun Alea tidak dapat memungkiri jika pemuda yang berdiri di hadapannya terlihat sangat tampan malam ini—dirinya bahkan tidak pernah mampu untuk menolak pesona Rayhan, pun sampai saat ini.

"Mau apa kamu ke sini?" tanya Alea dengan suara lirih. Ia kembali mengalihkan pandangannya, menatap pada hamparan laut yang tidak berujung.

Rayhan mendengus. "Lebih sopan kalau lo bicara menghadap ke gue, Alea. Bukan ke laut," ucap pemuda itu dengan nada tajam, membuat Alea yang mendengar itu memejamkan matanya—merasakan kembali perih di hatinya saat Rayhan mulai mengeluarkan sikap dinginnya.

Rayhan memang selalu bersikap seenaknya terhadap Alea, tidak pernah mempedulikan perasaan gadis itu yang sudah tersakiti berkali-kali karena sikapnya.

Tapi pada akhirnya, Alea kembali menerima rasa sakit itu. Membiarkan dirinya terluka untuk kesekian kalinya untuk menuruti sikap keras Rayhan. Membiarkan dirinya berada di bawah kendali perasaannya.

"Ngapain kamu datang ke sini, Rayhan?" tanya Alea setelah membalikan tubuhnya, menghadap lurus pada pemuda yang kini masih berada beberapa langkah di depannya.

Rayhan tidak menjawab pertanyaan gadis itu, melainkan melangkah mendekat pada Alea—membuat jantung gadis itu berdebar lebih cepat dari biasanya. Alea selalu merasa seperti ini jika Rayhan berada di dekatnya.

"Untuk apa lo nangis dan ngejerit kencang kayak tadi? Emang itu akan ngerubah semuanya?" tanya Rayhan dengan nada suara yang terdengar begitu dingin di telinga Alea.

Alea yang mendengar pertanyaan itu pun tertawa miris. "Enggak," jedanya. Ia menarik nafas pelan, sebelum akhirnya melanjutkan kembali kata-katanya. "Itu nggak akan merubah apapun..." lanjutnya lirih.

Kenyataannya, apapun yang Alea lakukan, apapun usaha yang Alea berikan kepada dirinya, itu memang tidak akan merubah apapun. Sekencang apapun dirinya berteriak, sekencang apapun dirinya menangis, hal itu tidak akan pernah merubah keputusan Rayhan. Itu tidak akan membuat pemuda yang dicintai Alea merubah perasaannya—memberikan Alea kesempatan untuk masuk ke dalam hatinya.

"Apa lo tau? Semua yang lo lakuin itu sia-sia... memperjuangkan gue yang nyatanya nggak pernah punya perasaan apa-apa ke lo. Yang lo lakuin itu salah, Alea." Rayhan terdiam sejenak, mata hitamnya menatap lurus pada wajah Alea.

Berdiri berhadapan dengan jarak sedekat ini membuat Rayhan melihat jelas bagaimana kacaunya gadis yang berada di hadapannya itu. Mata yang sembab, hidung memerah, dan wajah yang terlihat mulai membengkak dengan rona merah menghiasi hampir seluruh wajah cantik Alea.

Rayhan tahu, gadis itu menjadi seperti ini karena dirinya. Tapi sayangnya, hatinya terlalu keras untuk diluluhkan. Hatinya terlalu sulit untuk ditahlukan. Rayhan sudah menutup pintu hatinya serapat mungkin, membuat gadis yang berada di hadapannya menjadi sakit karena dirinya.

"Dengerin gue... nggak seharusnya seorang cewek kayak lo memperjuangkan cowok kayak gue. Nggak seharusnya seorang cewek memperjuangkan cowok, Alea," desis Rayhan dengan suara bergetar. Entah kenapa tiba-tiba dirinya merasa sangat emosi saat ini.

Alea yang mendengar itu pun akhirnya menunduk, suara tertwa yang sangat lirih mengiringi air mata yang tiba-tiba kembali menetes. Gadis itu kemudian mengangkat kepalanya, menatap lurus pada mata hitam yang masih memberikan pancaran dingin pada dirinya.

"Apa salah, jika aku memperjuangkan orang yang aku cintai? Apa salah, jika seorang perempuan memperjuangkan laki-laki?" tanya Alea yang dijawab dengan keheningan oleh Rayhan.

"Listen... memang sudah kodratnya seorang perempuan itu diperjuangkan oleh laki-laki, tapi bukan berarti perempuan tidak boleh memperjuangkan. Dan di dunia ini nggak ada yang sia-sia, termasuk memperjuangkan dirimu." Alea menatap nanar pada Rayhan yang masih terpaku di tempatnya.

Gadis itu kemudian mengangkat tangannya, menyentuh rahang tegas yang menegang saat ini. Senyuman manis pun tersungging di wajahnya, mencoba untuk terlihat dan menunjukan jika dirinya baik-baik saja.

"I won't give up on you, Ray. Semua yang aku lakukan, semua yang aku kasih ke kamu, itu nggak akan pernah sia-sia. Mungkin kamu memang nggak bisa buka hatimu sekarang, tapi... aku percaya jika perasaan yang selama ini kamu tolak jauh-jauh akan datang kembali dan mencoba untuk mengetuk pintu hatimu lagi." Alea menjauhkan tangannya dari wajah Rayhan dan mundur satu langkah. Senyuman manis itu lagi-lagi muncul di wajahnya.

"Aku yakin, rasa itu pasti akan datang ke kamu, Ray. Rasa itu pasti akan membuat kamu sadar, kalau semua yang aku lakukan nggak ada yang sia-sia," ucapnya sebelum akhirnya berbalik dan berjalan meninggalkan Rayhan yang masih terpaku di tempatnya.

Mengerjapkan mata, Rayhan kemudian menoleh pada Alea yang semakin jauh, melangkah dengan lunglai meninggalkan dirinya. Mata hitam yang tajam itu memandang pada punggu Alea yang semakin mengecil.

Ada rasa gemas di hatinya saat memandang tubuh mungil itu. Rasa yang selama ini ia tahan untuk tidak membuat Alea semakin sakit karena dirinya. Rasa di mana ingin sekali Rayhan menjelaskan, mengapa dirinya tidak lagi bisa membuka hati untuk siapapun, termasuk Alea.

"Gue cuman nggak mau, apa yang terjadi di masa lalu gue, itu kembali terjadi sama lo. Itu salah satu alasan kenapa gue kayak gini, Alea..."

TBC!

and, yeah! akhirnya gue ngepost ini sekarang. gue tau ini asburd dan gue tau ini bakalan beda jalan sama cerita sebelumnya, karena kalian tau sendiri, dari one shoot dijadiin ke cerbung itu pasti ada perubahan. hope you guys like it!

votes and comment, guys!

(Malang, 29 September 2017)

Fight for Love (Completed)Where stories live. Discover now