BAB 1

3.2K 163 7
                                    


Suara ponsel yang berdering cukup kencang membuat sang empunya mengerjapkan mata perlahan-lahan. Matanya yang masih membengkak terasa perih saat ia mengerjap pelan—mencoba menghalau sinar matahari yang menelusup masuk melalui celah gorden kamarnya.

Lagi-lagi suara ponselnya kembali berdering. Tanpa melihat siapa yang menghubungi dirinya di pagi hari seperti ini, gadis itu meraih ponselnya dan menerima sambungan telepon itu.

"Halo?"

"Alea! Ini udah jam berapa? Lo nggak masuk sekolah?!" tanya seseorang dari sebrang sana dengan nada suara tinggi—cukup untuk membuat Alea menjauhkan ponselnya beberapa senti dari telinganya yang terasa berdengung tiba-tiba.

"Duh... emangnya sekarang jam berapa? Masih subuh..." Alea terdiam sejenak. Gadis itu kemudian kembali mengerjapkan matanya kembali, memperhatikan sekeliling kamarnya.

Matanya kemudian tertuju pada jam dinding yang berada tidak jauh dari tempat tidurnya. Matanya terbelalak, melihat jarum jam yang berhenti tepat pukul setengah tujuh pagi.

"Huaaa! Telaaaattt...."

Tanpa memutuskan panggilan teleponnya, gadis itu melempas ponsel miliknya ke atas ranjang dan berlari dengan cepat menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya—meninggalkan seseorang yang masih berbicara di sebrang sana.

"Kan... pasti baru sadar," ucap seseorang dari sebrang sana sebelum akhirnya sambungan telepon itu terputus.

Alea berlari dengan cepat menuruni tangga, tangannya terangkat, memperlihatkan jam kecil yang melingkar di pergelangan tangannya. "Duh, mati aku!" gumamnya sembari mempercepat langkahnya.

"Loh, Alea! Kamu mau ke mana, Sayang?" tanya mama saat melihat Alea yang berlari dengan cepat melewati ruang tamu.

"Alea udah telat, Mah..." jawabnya dengan nada merengek tanpa menghentikan langkahnya. "Alea berangkat, ya!" teriaknya dan menghilang di balik pintu, meninggalkan mama yang hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah anak gadisnya itu.

Selama perjalanan menuju sekolahnya, Alea tidak ada henti-hentinya memperhatikan jam tangannya. Tinggal 15 menit lagi, batinnya. Beruntung sekolahnya tidak berjarak jauh dari tempat tinggalnya, membuat Alea hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untuk sampai ke sekolahnya menggunakan mobil pribadinya.

Setelah memarkirkan mobilnya, Alea segera keluar dari sana dan berlari menuju kelasnya yang berada di lantai dua. Alea tidak mempedulikan sapaan dari teman, kakak kelas atau adik kelasnya yang melihat dirinya berlari melewati mereka.

Sesampainya di dalam kelas, gadis itu segera duduk di tempatnya—bersamaan dengan bel masuk yang berdering.

"Hahh... akhirnya," gumam Alea sembari mengusap pelan wajahnya yang terlihat sangat berantakan. Matanya masih terlihat bengkak dengan hidung memerah.

"Habis nangis lagi semalem?" pertanyaan itu muncul dari samping tempat duduknya.

Alea menoleh, memberikan senyuman tipisnya diiringi oleh helaan nafas pelan yang keluar dari bibirnya. "Kamu tau segalanya," gumamnya pada Rani—sahabatnya sejak ia duduk dibangku sekolah dasar.

Rani yang mendengar jawaban Alea pun ikut menghela nafasnya. "Mau sampai kapan kayak gini?" tanyanya dengan senyuman tipis terulas diwajahnya. Ia tidak mengerti dengan gadis yang berada di sampingnya.

Alea yang mendengar pertanyaan itu pun hanya bisa terdiam. Dirinya tidak tahu mau sampai kapan melakukan hal seperti ini. Alea tidak tahu, sampai kapan dirinya akan bertahan dengan semua yang ia lakukan.

Fight for Love (Completed)Where stories live. Discover now