BAB 8

1.5K 87 3
                                    

"Jika kamu memang tidak mampu untuk membuka hatimu, maka cobalah untuk menghargai diriku; setidaknya menerima apa pemberianku. Itu sudah cukup untuk membuatku bahagia." Alea Livindar

***

Alea berjalan dengan pelan menuju lapangan basket yang berada di belakang gedung sekolahnya. Gadis itu memperhatikan sekelilingnya—terlihat sepi, hanya ada beberapa orang yang terlihat, itu pun berada di taman yang jaraknya cukup jauh dari tempat yang akan ia tuju. Alea menggedikan bahunya, seakan tidak peduli dengan keadaan sekelilingnya.

Gadis itu tersenyum tipis ketika melirik pada paper bag berwarna hitam yang berada di dalam genggamannya. Semoga kamu suka, Ray, batinnya menyuarakan.

Alea mempercepat langkahnya, hingga dirinya kini sampai di samping gedung sekolah dengan tubuh yang menghadap langsung pada lapangan basket. Di sana terdapat beberapa anak laki-laki yang sedang duduk di tepi lapangan dan sisanya sedang berada di tengah lapangan—saling mengoper bola satu sama lain dengan canda tawa yang mengiringi.

Mata Alea berbinar ketika mendapati Rayhan yang sedang tertawa di tengah lapangan. Baju pemuda itu terlihat berantakan, sama seperti rambutnya. Tawanya yang terlihat lepas membuat Rayhan menjadi lebih tampan.

Alea mendesah pelan. "Coba aja kamu bisa kayak gitu di hadapan aku, mungkin aku akan bahagia banget, Ray," lirihnya.

Rasa sesak kembali menjalan di dalam hatinya, melingkupi dirinya secara perlahan-lahan. Alea tahu jika semua perbuataannya kepada Rayhan sangat mengganggu—dari mulai dirinya yang sering memberikan sesuatu terhadap pemuda itu, hingga dirinya yang selalu meminta agar pemuda itu mencoba untuk membuka hati pada dirinya.

Tapi, apakah semua itu salah? Alea hanya menginginkan Rayhan untuk membuka hatinya—tidak lebih. Dirinya pun tahu jika memaksakan untuk membuka hati maka itu tidak akan pernah bisa. Tapi, secara perlahan lebih mudah, bukan?

Alea tahu jika sesuatu yang dipaksakan memang akan berujung tidak baik, tapi jika Rayhan mau berusaha dan mencobanya, apakah itu akan tetap berujung tidak baik?

Memikirkan hal itu membuat kepala Alea sedikit pening. Gadis itu kemudian menggelengkan kepalanya pelan, berusaha untuk melupakan semuanya dan kembali fokus kepada tujuannya saat ini.

Alea menghirup nafasnya dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Gadis itu kemudian mulai melangkahkan kakinya, menuju sang pemilik hati yang masih setia bersenda gurau dengan teman-temannya.

"Rayhan..." bibir Alea mengucap pelan.

Semua yang berada di sana pun menoleh, termasuk yang dipanggil oleh dirinya.

"Eh, Alea..." gumam salah satu pemuda yang berada di dekat dirinya.

Alea yang mendengar itu kemudian tersenyum tipis. Gadis itu tahu siapa pemuda itu, dia Rio—teman sekelasnya ketika mereka duduk di bangku kelas sepuluh.

"Alea?" panggilan itu membuat Alea menoleh dan mendapati Dani yang sedang berdiri tidak jauh dari dirinya.

"Dani," gumam Alea pelan. Gadis itu tersenyum tipis ketika melihat Dani yang kini sedang menatapnya lurus.

Namun, Alea kembali mengarahkan pandangannya pada Rayhan yang kini masih terdiam di tempatnya. Keadaan tiba-tiba saja menjadi hening, begitu kaku karena aura yang dikeluarkan Rayhan terpancar dengan sangat jelas.

"Mau ngapain lo di sini?" tanya Rayhan dengan nada dingin.

Alea tidak menjawab, gadis itu justru melangkah mendekat pada Rayhan yang masih mematung di tengah-tengah lapangan.

Fight for Love (Completed)Where stories live. Discover now