Chapter 11: Missing

194 28 2
                                    

"Sana! Lo ngelamun aja sih. Buruan sono make up sama Kak Nay."

Jennie berteriak pada gadis bersurai kecokelatan yang tengah duduk termenung sedari tadi.

Hiruk pikuk aktifitas orang-orang yang berada di ruang tunggu auditorium hall milik Universitas itu menjadi gambaran situasi yang terjadi saat ini. Tim modern dance perwakilan FISIP beserta staff ahlinya terlihat begitu sibuk mempersiapkan penampilan mereka.

Seorang gadis cantik dengan gigi kelincinya tersenyum ketika Sana duduk di kursi make up yang menjadi ranah pekerjaannya.

"Jangan gelisah gitu dong San, bawa enjoy aja," ujarnya.

Sana terkekeh pelan. Ia menatap manik gadis yang di amanahi sebagai penanggung jawab tata rias itu melalui pantulan bayangan cermin besar di hadapannya.

"Engga ko Kak Nay. Sana ga gelisah."

Jika Sana adalah seorang Pinokio, maka sudah dapat dipastikan bahwa hidungnya akan memanjang saat itu juga.

Tak lama berselang, gadis yang akrab disapa Nayeon itu mulai menunaikan kewajibannya. Bak seorang Pablo Picasso, ia memainkan alat-alat make up dengan gemulai di wajah Sana yang diibaratkan sebagai kanvas. Sentuhan profesionalnya memoles tiap inci wajah Sana tanpa cela, membuat gadis tersebut nampak bagai bidadari tak bersayap.

Menjadi crew bagian tata rias di tim modern dance merupakan tugas yang tak berat bagi Nayeon. Hal itu diakui oleh dirinya sendiri. Menurut mahasiswi IP teman satu kelas Taeyong tersebut, pada dasarnya masing-masing individu di tim tari modern sudah diberkahi dengan kecantikan dan ketampanan di atas rata-rata.

Walaupun ia lebih memilih bersikap merendah, tetap saja hasil kerja Nayeon tak bisa dipandang sebelah mata.

"Aduuh adek tingkat gue satu ini emang cantik banget deh," puji Nayeon. Ia baru saja memberi sentuhan akhir pada bibir Sana menggunakan lipstick berwarna hot pink.

"Kak Nay yang jago make up-in nya," elak Sana yang memuji balik kakak tingkatnya itu.

"Ini mah lo nya aja yang udah cantik dari rahim."

Keduanya tertawa bersamaan.

"Kak Nay bisa aja."

"Yaudah, lo cepet ganti baju gih. Anak-anak wardrobe udah nungguin tuh."

Sana segera bergegas menuju bilik tak seberapa besar yang telah disediakan di ruang tunggu.

Kini, kelima personil tari modern itu telah siap untuk tampil di festival olahraga dan kesenian. Mereka tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing. Mina dan Lisa tengah mengulang beberapa gerakan yang akan ditampilkan. Sementara Ten dan juga Momo sedang berdiskusi mengenai beberapa hal.

Hanya Sana seorang yang duduk menyendiri di pojok ruangan. Ia beberapa kali menatap gadget di genggamannya.

Sang gadis memerhatikan layar benda persegi panjang tersebut yang menampilkan chat room nya dengan seseorang. Tak ada satupun pesannya yang dibalas atau bahkan dibaca sekalipun oleh sosok di sebrang situ.

Sana menghela nafas panjang.

Kamu dateng kan? Kamu pasti nonton kan?

Buru-buru ia menggeleng pelan. Dirinya tahu ada yang salah. Ia seharusnya tak mengharapkan kehadiran sosok itu. Dan lagi, kenapa ia harus berharap?

Pintu ruang tunggu tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok gadis yang menyembulkan wajahnya di balik pintu.

"FISIP siap-siap yaa, abis ini giliran kalian," ujar gadis itu mengumumkan. Ia kemudian kembali menghilang dari balik pintu.

You in My HeartWhere stories live. Discover now