Chapter 17: Her Feelings

164 26 7
                                    

Bandung, Mei 2016

"Huwwaaaaa!"

Sana berulang kali menjerit dan menyembunyikan kepalanya di bahu Hanbin. Sedari tadi ia memeluk erat lengan Hanbin yang duduk di sampingnya. Tak henti-hentinya pula lelaki itu harus membelai surai si gadis agar ia tenang.

Saat ini, keduanya berada di sebuah ruang gelap menyaksikan film melalui sebuah layar lebar. Begitu banyak adegan seram dan menegangkan yang ditampilkan pada layar. Mereka memang sedang menonton film horror yang tengah booming di kalangan masyarakat.

Hanbin jelas tahu sebenarnya Sana gadis yang mudah takut akan hal-hal mistis. Ia sudah memberi opsi untuk menonton film genre lain. Namun sang gadis tetap bersikukuh ingin menyaksikan film tersebut.

Sana sendiri mengakui dirinya memang penakut. Tetapi, ia bercerita bahwa dirinya menyukai tontonan yang berbau supranatural itu. Meskipun pada saat menonton ia akan terus menjerit dan berakhir tak bisa menyaksikan sebagian kisahnya. Satu lagi sisi lain dari si gadis yang membuat Hanbin semakin tertarik.

"Siang tuh, udah ga ada setannya. Jangan ngumpet lagi," bujuk Hanbin.

Perlahan dan sangat hati-hati, Sana coba mengintip di balik flanel yang dikenakan Hanbin.

"Aaaaaaakk!"

Tepat ketika Sana melihat layar, sosok hantu menyeramkan tiba-tiba saja muncul. Refleks ia kembali bersembunyi dan memukul dada Hanbin. "Bohong iiiihh!"

Hanbin tertawa puas merasa telah berhasil menjahili si gadis.

"Beneran ini mah sekarang udah ga ada."

Walau sudah tertipu, Sana masih mencoba percaya pada sosok ace tim futsal FISIP. Ia mengintip sedikit ....

Dirinya membuang nafas lega ketika layar di depan tampak bersinar terang.

Ekor mata Hanbin memantau gadis tersebut sekilas. Dalam cahaya temaram, ada bayang-bayang genangan cairan bening di pelupuk mata indah itu.

"Lo nonton sampe histeris gini sih," komentar sang pemuda. Disekanya perlahan air tersebut menggunakan ibu jarinya.

Tangan si pemuda yang bebas meraih cup minuman berisi Cola di dekatnya. Ia menyodorkan air soda berkarbonasi tersebut pada Sana. "Nih minum dulu."

Gadis itu menggeleng pelan, masih dengan fokus yang seratus persen tertuju pada layar.

"Udah dibilangin jangan nonton horror kan, bandel sih."

Pipi sang gadis menggembung mendengar protes Hanbin. "Sana kan maunya ini," terangnya masih kekeuh.

Hanbin menghela nafas panjang. Ia sudah tak bisa membantah lagi.
.
.
.
.

"Kok film horror ending nya sedih sih," seloroh Sana dengan sisa-sisa jejak sesenggukannya.

Ia menyeka mata yang memerah dan juga masih sedikit berair. Hidungnya pun tak luput dari sapuan tisu yang berada di genggaman.

Hanbin menatap gadis dalam balutan dress putih itu heran. Tepat setengah jam lalu, gadis yang dimaksud masih terlihat takut. Menjelang film berakhir tiba-tiba saja si gadis mulai terisak ketika melihat akhir cerita hingga detik ini. Kaum wanita memang sulit ditebak, pikirnya.

Pemuda berpredikat Player of The Year di ajang Pro Futsal League musim kompetisi yang lalu itu menghela nafas panjang.

"Ya ampun Saaan. Lo tadi gemeteran sekarang udah nangis bombay aja," celotehnya. Tangan kanan Hanbin kini hinggap di pundak kanan Sana dan mengusapnya lembut.

You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang