Chapter 18: Tormented

182 25 12
                                    

WARNING!

Chapter ini mengandung adegan kekerasan, diharapkan kebijaksanaan para pembaca untuk tidak meniru konten yang ada di dalam cerita.

Happy reading ^_^

____________________________________

Beberapa kelompok mahasiswa terlihat berkumpul terpencar satu sama lain di bangku yang tersedia pada sepanjang koridor. Tentunya setiap kerumunan melakukan aktifitas berbeda-beda. Mayoritas gerombolan di sana duduk bersantai sambil bercanda dan tertawa. Bahkan sesekali mereka bergosip mengenai isu hangat di kampus. Hanya sebagian kecil di antaranya yang berdiskusi coba mengulas materi perkuliahan. Maklum, Ujian Akhir Semester sudah hampir tiba.

Sosok bernama lengkap Isyana Kirani Oktavia tampak berjalan melewati berbagai keramaian tersebut. Gadis yang akrab dengan panggilan Sana baru saja menyelesaikan kelas. Dirinya tengah dalam perjalanan menuju sekre COPA di mana Jennie dan Momo sudah menunggu. Ia harus lebih lama meninggalkan kelas atas permintaan dosen. Sebagai salah satu mahasiswa dengan nilai indeks prestasi mentereng di bidang akademik, Sana memang sering dimintai bantuan untuk melakukan hal ini itu.

Seiring kemunculan Sana, beberapa pasang mata mulai mengamati sosok gadis cantik tersebut. Tak cukup sampai di situ, desas-desus tentang dirinya pun mulai terdengar di telinga si dara kelahiran 19 tahun silam.

"Beneran Sana pacaran sama Hanbin ya?"

"Ih serasi banget ya kan?"

"Hot couple."

"Sok cantik banget, mending Hanbin sama gue."

"Hanbin kok mau sama dia sih? Cewek sok polos imut begitu."

"Gue iri banget sama Hanbin bisa dapetin Sana."

"Duo most wanted di UNB akhirnya sold out juga."

Begitulah kiranya kata-kata yang sering Sana dengar sejak ia dan Hanbin mengumbar kedekatan di kampus. Hal yang wajar karena keduanya dikenal sebagai sosok yang tak pernah dekat dengan lawan jenis. Apalagi mereka termasuk golongan mahasiswa populer. Jelas saja kedekatan dua insan tersebut mengundang berbagai reaksi pro maupun kontra. Memang seperti itulah hidup semestinya bukan? Selalu ada dua sisi yang berlawanan.

Sana sendiri tak ambil pusing dengan perkataan orang-orang. Toh apa yang mereka katakan tidak sepenuhnya benar. Setidaknya untuk saat ini, status ia dan Hanbin masih sekedar teman.

Teman ya? Hati Sana mencelos ketika memikirkan hal tersebut. Bibirnya menyungingkan senyum yang entah bermakna apa. Karena terlalu larut dalam pikiran, tak terasa ia sudah berada tepat di depan ruangan sekretariat. Pintu terbuka dan menampilkan kedua sosok sahabat dekatnya.

"Udah bantuin bu Tiffany nya?" Baru saja Sana menjejakkan satu langkah ke dalam sekre, ia sudah disambut pertanyaan dari mulut Jennie. Si gadis yang ditanya tak langsung menjawab. Terlebih dahulu ia duduk bersila di sisi Jennie dan melabuhkan kepala lelahnya di pundak sang gadis blasteran. "Udah dong," jawab Sana kemudian.

Aroma vanilla dari rambut Sana menguar di indera penciuman Jennie. Hal ini membuat dara kelahiran Auckland tersenyum. Ia pun menjatuhkan kepalanya tepat di atas kepala Sana.

"Kasian anak mama, cape ya?" Sebuah anggukan terasa sebagai jawaban rasa ingin tahu Jennie.

"Gue juga mau dong dimanja sama mama." Tak mau kalah, gadis di sisi lain berbaring dan mendaratkan wajah cantiknya di pangkuan Jennie. Ia sedikit terpelonjat dengan pergerakan tiba-tiba dari sahabatnya satu itu. Namun, dirinya sama sekali tak protes akan hal tersebut. Jari jemarinya malah mulai bermain di setiap helai rambut si gadis Jepang.

You in My HeartWhere stories live. Discover now