Chapter 21: Sick

183 27 3
                                    

Di bawah langit kelam penuh awan hitam, angin sepoi-sepoi berhembus menerpa seseorang yang sedang duduk sendirian dalam naungan pohon rindang. Fokusnya masih lekat pada punggung dua orang yang melangkah semakin menjauh kemudian hilang dari jarak pandang. Raga insan dengan paras menawan itu menggigil. Kedua lengan kini melingkar di tubuh, memeluk erat diri sendiri.

"Aduuuh kok Sana bego banget, kenapa ga bawa jaket sih." Ia berkeluh kesah, merutuk penuh sesal.

Jika boleh jujur, kondisinya sama sekali jauh dari kata baik. Sejak tadi ia lemas tidak bertenaga. Keringat dingin terus menerus mengalir di kening. Dirinya merasakan ngilu dan panas di sekujur tubuh. Namun di sisi lain, ketika ada angin berhembus pelan saja, ia akan merasa sangat kedinginan. Belum lagi ditambah perut melilit di hari pertamanya kedatangan tamu bulanan.

Sudah pasti Sana menutup rapat keadaannya dari sosok lelaki bernama Hanbin. Jika sedari awal tahu, jelas pemuda tersebut akan melarangnya habis-habisan untuk pergi ke kampus. Hal yang bukan jadi keinginannya. Ia tak ingin ketinggalan materi kuliah plus bertemu sang pencuri hati. Ehm oke, untuk alasan kedua mungkin terdengar kekanakkan. Ia seperti remaja tanggung yang baru kali ini memiliki perasaan terhadap lawan jenis. Tunggu dulu, ini memang kali pertama ia jatuh cinta, bukan?

Kembali ke kondisinya sekarang. Sang gadis jelita melamun. Alam pikir Sana berkelana menuju dua hari lalu. Ia menduga bahwa pakaiannya yang saat itu basah tanpa diganti lalu mengering di tubuh mungkin jadi penyebab sistem imun terganggu.

Seketika kepalanya menggeleng, ia coba mengusir prasangka dan rasa pusing yang mulai mendera. Sana meraih smartphone dalam tas. Ia coba mengalihkan sensasi berdenyut hebat di dahi dengan memainkan benda persegi panjang nan canggih tersebut.

Selama beberapa menit, sekuat tenaga Sana bertahan. Sampai pada satu titik ia sudah merasa tidak kuat. Buru-buru dirinya memasukkan gadget ke dalam tote bag. Ia merasa bahwa pergi ke ruang kesehatan adalah opsi tepat.

Baru saja ia bangkit dari duduk, badannya oleng. Sana terhuyung hingga harus berpegangan pada pinggiran meja batu. Diiringi nafas terengah-engah, dirinya bisa merasakan hawa panas yang tinggi menguar dari tubuh. Kaki-kakinya lemas dan kepalanya serasa berputar hebat. Ia luruh bersimpuh dengan lutut sebagai tumpuan. Pandangannya mulai kabur hingga semua berubah menjadi ... gelap.

💑💑💑💑

Sebuah kamar berdinding putih yang banyak diisi pernak-pernik khas perempuan terasa sedap di pandang. Setiap barang tertata rapih dan apik hingga memberi kesan nyaman. Harum semerbak aroma tubuh pemilik ruangan terendus kuat mengisi tiap sudut hunian 4x4 meter tersebut.

Di atas single bed, seorang gadis tengah berbaring tanpa daya. Matanya terpejam rapat bagai sosok puteri tidur dalam dongeng. Wajah elok yang selalu berseri kini tampak pucat pasi. Seonggok kain yang telah basah oleh air dingin terhampar di dahi. Selimut tebal membalut tubuhnya agar tetap hangat.

"Baru aku tinggal sebentar kok kamu begini sih," lirih pemuda yang sepanjang hari menemani si gadis dalam tidur panjang. Ia tak sekalipun beranjak dari kursi di sebelah ranjang walau hanya sedetik. Senyuman tipis hadir dari bibir sang pemuda. Senyum pertanda ironi melihat gadis favoritnya tergolek lemah.

Telapak tangannya tertaut pada tangan milik dara dengan sapaan Sana tersebut. Lelaki itu bisa merasakan suhu tubuh panas terpancar dari sang gadis. Tapi saat ini, bisa dibilang kondisinya semakin membaik. Ia jauh lebih tenang karena demamnya sudah sedikit menurun.

Cklekk

Si lelaki agak terkejut. Dirinya menoleh ke arah sumber suara. Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok gadis yang terlihat khawatir berdiri di ambang pintu. "Sana gimana, Bin?"

You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang