T H R E E

1.9K 199 58
                                    

"Oma, kok mama ga datang ya ke mimpi Lyo?!" gerutunya sambil memainkan sendok dan garpu yang ada di genggamannya.

Ibu Vina, ibunda dari Brian dan juga oma dari Ryo sangat bingung mendengar ucapan cucu satu-satunya itu. Dia tidak mampu menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ryo dan hanya bisa menatap Brian yang berada di sampingnya seolah meminta penjelasan atas pertanyaan tadi.

"Papa bilang, kalo Lyo beldoa sama Tuhan. Nanti Tuhan izinin mama ketemu sama Lyo di dalam mimpi Lyo. Tapi semalam mama ga dateng, padahal Lyo udah beldoa sama Tuhan" sambungnya menjelaskan ucapan Brian kemarin sore saat di makam ibunya

"Kalau gitu Lyo berdoa lagi ya nanti, supaya Tuhan izinin mama ketemu sama Ryo" ucap omanya

"Humm, papa bohong ya sama Lyo!" rengeknya dengan wajah cemberut sambil menatap mata Brian

Dua orang dewasa tersebut hanya bisa terdiam mendengar rengekan anak kecil di hadapan mereka ini. Sungguh, Ryo sangat merindukan sosok ibu yang dia sayangi. Meski Ryo tidak pernah melihat sang ibu secara langsung tapi rasa rindu itu terus berada di dalam relung hatinya sedari dia bayi seakan mempertegas ikatan batin dan cinta antara ibu dan anak yang tidak pernah hilang meski dibatasi oleh kematian.

"Ryo sudah selesai sarapannya? Kalau sudah selesai Ryo boleh main dulu ya di kamar sama encus. Oma mau bicara sama papa"

"Sudah oma. Lyo ke kamal ya sama encus"

"Ayo encus, temenin Lyo main di kamal ya" ajak Ryo pada suster Nova, suster kesayangannya dan segera beranjak masuk ke dalam kamar

Melihat, mengingat dan mendengar ucapan serta sikap Ryo seperti tadi membuat Brian kembali diliputi rasa kalut dan rapuh. Tapi bagaimana pun dia tetap harus kuat. Apalagi Brian adalah seorang laki-laki, sosok yang sangat diandalkan oleh ibunya dan juga Ryo.

"Mau sampai kapan Brian?"

“Sampai kapan? Maksud mama gimana?” tanya Brian balik kepada ibunya dengan tatapan heran

"Mau sampai kapan kamu seperti ini terus? Sudah empat tahun semenjak kepergian Vas. Kamu masih seperti ini aja. Hidup dalam kesendirian dan keegoisan"

Brian hanya bisa terdiam mendengar jawaban ibunya.

"Mama ga tega sama Ryo, dia bener-bener rindu dan butuh sosok seorang ibu"

"Brian punya ibu, ma. Ibunya Ryo itu Vas" ucapnya dengan nada datar

“Ryo butuh sosok ibu yang hidup, Brian. Sosok yang bisa mendampingi dia di perjalanan hidupnya" 

“Aku akan selalu ada di perjalanan hidup Ryo. Ryo ga butuh sosok ibu selain Vas” jelasnya

"Jangan gegabah Brian! Jangan bicara sembarangan dan mendahului Tuhan! Kita ga akan pernah tau bagaimana hidup kita kedepannya"

Brian menarik nafasnya panjang, sambil berfikir keras atas ucapan yang di dengarnya barusan. Sepertinya ucapan ibunya itu ada benarnya. Selama ini dirinya masih saja terlalu larut dalam kerapuhan semenjak kepergian Vas. 

"Kamu masih belum mengikhlaskan kepergian Vas ya?"

Brian hanya menggelengkan kepalanya seakan membantah ucapan ibunya.

"Jangan bohong sama mama. Brian, dengar mama. Mama tau ini sulit buat kamu, tapi kamu juga harus lihat Ryo. Ini juga hal yang sulit buat dia harus tumbuh tanpa sosok seorang ibu. Ryo akan tumbuh dewasa nantinya, Ryo juga harus merasakan kasih sayang seorang ibu agar kelak dia bisa menghargai kehadiran sosok seorang wanita"

"Bangkitlah demi kehidupan kamu, demi Ryo. Vas sudah tenang di sana. Mama yakin, Vas akan jauh lebih tenang dan bahagia kalau kamu dan Ryo mengikhlaskan dia pergi. Dia juga ingin kalian berdua bahagia, Brian"

Brian hanya bisa menatap mata ibunya. 

"Mama mohon sekali lagi sama kamu, jangan egois. Pikirkan Ryo. Mama yakin jauh di dalam hati, sebenarnya kamu menginginkan kebahagiaan. Go, temukan kebahagiaan itu buat kalian berdua di masa depan"

Brian menanggukkan kepalanya pelan sambil terus berusaha mencerna ucapan dan nasihat yang diberikan ibunya. Sesekali dirinya mengarahkan kepalanya ke atas dan menarik nafasnya perlahan untuk menahan air mata yang mungkin akan keluar dari kedua matanya. Sementara Bu Vina yang melihat putranya seperti itu hanya bisa menggenggam sambil sesekali mengelus tangan putra semata wayangnya itu. 

“Aku mau pergi dulu ma, ajak Ryo juga” ucapnya seraya bangkit dan beranjak menuju kamar yang hanya di respon dengan anggukkan kepala Bu Vina

"Ryo, ikut papa yuk nak" ajak Brian

"Mau pelgi ya Pa? Kemana pa?" tanya Ryo dengan mata berbinar

"Iya. Temenin papa ketemu teman papa ya" jawabnya dengan senyum tipis

"Asikk!!!! Lyo mau ikut" girang Ryo sambil mengangkat tangannya sebagai tanda rasa bahagia selayaknya anak kecil yang lain

Senyum semakin mengembang di wajah rupawan Brian saat melihat tingkah putranya

"Ganti baju ya sama encus" 

Ryo yang mendengar perintah dari ayahnya segera meminta bantuan suster Nova untuk menggantikannya baju. Sementara Brian juga segera bersiap untuk turun dan menunggu putranya di ruang tamu yang berada di lantai bawah rumahnya. Sesekali matanya menyapu sekeliling ruangan, hingga akhirnya tertuju pada foto pernikahannya dengan Vasheena empat tahun lalu yang terpajang disana. Matanya kembali memanas mengingat saat pertemuan pertama hingga pernikahan mereka bahkan kelahiran anak semata wayang mereka Ryo.

" Papa, ayo!" ucap Ryo sambil berlari ke arah Brian

Brian yang melihat Ryo sudah siap pun segera pamit kepada ibunya yang tadi ikut turun ke ruang tamu bersama dengan Ryo. Tanpa berlama-lama Brian segera melangkahkan kakinya dan Ryo masuk ke dalam mobil dan  memacukan mobilnya menuju Pertama Tower di daerah selatan.

“Holleee! Lyo jalan-jalan! Ketemu teman papa!" ucap Ryo dengan girang sambil menatap Brian yang sedang menyetir mobil. 

“Iya” sahut Brian singkat sambil tersenyum pada putranya

🍒🍒

Karakter Ryo ini bikin aku yang nulis pun meleyot loh 🥺

Semoga kalian bisa sayang sama Ryo ya

Ingat, Ryo namanya. Bukan Lyo 🤪🤞

KITA YANG TAK SAMAWhere stories live. Discover now