Bab 5

9 2 0
                                    


Beberapa hari berlalu sejak penemuan map dalam brankas yang tersembunyi di rumah Federic. Pemberitaan kematiannya pun sudah mereda, terima kasih kepada pihak pemerintah yang turun tangan mengontrol media massa. Sebelum kematian anggota dewan itu resmi diumumkan dari pihak yang berwenang, pemerintah sudah mengambil langkah membatasi munculnya asumsi-asumsi masyarakat tentang kematian Federic. Ada pihak yang pro dan kontra terhadap kematiannya. Mereka yang kebayakan dari distrik dengan ekonomi lemah sampai menengah—dari Distrik Dua Belas sampai Distrik Lima—bersyukur anggota dewan itu akhirnya terbunuh. Alasannya? Tentu saja anggota dewan itu tidak ada bedanya dengan seorang pencuri yang menebar janji manis saat kampaye pemilihan, lalu tiba-tiba amnesia setelah dibutakan kekuasaan.

Robert menyesap kopi dari mug berwarna hitam yang sejak beberapa saat lalu dipegangnya. Iris cokelat itu, masih setia memandang monitor LED dua puluh empat inch curve yang menayangkan berita Heliparm terkini. Audio tersalurkan melalui earphone wireless yang terpasang menutupi salah satu lubang telinga.

Sebuah sentuhan pada ujung sandaran kursinya membuat Robert menoleh dengan kepala sedikit terangkat. Teus berdiri, menatap Robert heran.

"Tumben ngopi?"

Robert meletakkan mug itu di meja kerja, dekat tumpukkan berkas berisi informasi dari ketiga tersangka yang diduga membunuh Federic. Ia melepas earphone dan memutar kursi duduknya mengarah ke Teus.

"Ada apa?" tanya Robert malas. Kepalanya penat, matanya agak sayu karena kurang tidur beberapa hari menganalisa hasil interogasi.

Teus bergumam. Ia menyandarkan punggungnya pada sekat meja antara meja kerjanya dengan Robert. Wajahnya sedikit tertunduk, menatap lantai dan sepatunya.

"Kau tahu ... Rexon dan Alf sedang menuju tempat yang diduga sebagai tempat kejadian sebenarnya Federic terbunuh," ucap Teus berhati-hati. Robert menunggu Teus menyelesaikan ucapannya.

"Ada satu tempat di perbatasan wilayah Heliparm yang dulunya adalah sarang jual beli perbudakan, khususnya anak-anak."

"Sekarang tempat itu sudah menjadi area terlarang, bukan? Aku pernah melihat berita ada sekelompok orang yang menorobos masuk tanpa izin dan ditembak mati di tempat, mereka bahkan ditetapkan sebagai penghianat Heliparm," tanggap Robert.

"Benar."

"Lalu apa yang kau khawatirkan?"

Teus menggigit bibir bawah. "Mereka ke tempat itu," ucap Teus akhirnya.

"Kau tidak sengaja bukan?"

"Mana mungkin! Aku sudah mencari data yang cocok, bahkan mengintai dari satelit untuk mendapat gambar tampak atas seperti pada foto itu. Dari sekian banyak tempat yang mirip, tempat itu paling banyak kemiripan," sergah Teus.

"Kapan kau mengirim ke Rexon?" tanya Robert dengan wajah serius. Ia memutar kursi menghadap monitor.

"Semalam. Kau tenang saja, aku tidak sebodoh itu sampai lupa memalsukan alamat ip (internet protocol). Aku masih ingin menikmati dunia, bodoh," lirih Teus di akhir kalimat.

Robert tidak menanggapi lirihan Teus yang terdengar seperti mengeluh. Dia pun sudah memberikan laporannya mengenai alibi ketiga tersangka yang bersih. Bahkan profiler yang diminta tolong membantunya menyakinkan hal itu.

Kalau bukan ketiga orang itu, lalu siapa? Apa motif pelaku sampai mau bersusah payah seperti ini? Robert tidak mengerti dan tidak mau mengerti karena dia hanya akan membantu Rexon memecahkannya saja. Menurutnya lebih menarik melihat Rexon beraksi daripada dia yang harus unjuk gigi. Ah, mengenai foto yang dia ambil pun ia pikir belum saatnya bilang ke Rexon.

Find The SinnerWhere stories live. Discover now