Bab 11

7 1 0
                                    


Zack undur diri. Tugasnya selesai dalam menyampaikan hasil analisa berdasarkan autopsi dan barang bukti yang telah dikumpulkan. Sekarang adalah tugas Robert mengantar Zack sampai pintu lift.

Di saat itu, suasana ruang rapat mendadak sunyi. Tiga orang yang duduk mengelilingi meja sibuk dengan pikirannya masing-masing. Rexon masih penasaran dengan isi pesan yang dikirim ke surel pribadinya tapi tidak bisa mengecek pesan tersebut sekarang, lalu Teus termenung memikirkan bagaimana DBC Tower dapat diretas, sedangkan Alf mengamati foto-foto yang berjajarkan di atas meja.

Suasana tidak berlangsung lama berkat Teus yang menghela napas panjang sambil mengumpat. Alf dan Rexon secara bersamaan melirik pada Teus.

"Kenapa muncul kasus merepotkan seperti ini," keluh Teus.

"Kita hanya perlu meminta keterangan Carlos tentang apa yang terjadi setelah lelang hari itu. Dengan begitu, kita bisa mendapatkan petunjuk," ujar Rexon. Matanya melirik pada Alf yang berada di sampingnya, meminta pendapat.

Alf menyadari Rexon menatapnya pun menggumam. "Benar. Menghilangnya Carlos pasti karena sesuatu." Alf menarik napas, "Bisa jadi, dia melihat dan menyembunyikan kebenarannya."

Rexon mengangguk kecil. Punggungnya bersandar pada kepala kursi sambil bersedekap. Wajah stoic itu menoleh ke arah papan tulis putih yang masih menampilkan gambar Johan yang memakai topeng berbulu seperti gagak sedang bersalaman dengan Carlos. Di mana aku pernah melihat topeng itu, ujar Rexon dalam hati.

Robert masuk ke ruangan lalu mengambil sebuah foto di meja. Ia menyipitkan mata mengamati foto yang ada ditangannya. Telunjuk kirinya mengetuk-ketuk meja dan bibir mengguman pelan. Bentuk luka bakar itu terasa tidak asing baginya.

"Boleh kusimpan ini?" Robert menatap rekan-rekannya yang terlihat memperhatikannya.

"Untuk apa?" Alf bertanya menggantikan Rexon yang banyak diam sejak tadi.

"Aku ingin memastikan sesuatu. Bisa kupakai saat menginterogasi Carlos," jawab Robert. Jika dirinya menjawab yang lain, teman-temannya pasti akan curiga. Bagaimanapun, Robert masih belum bilang tentang foto pertama yang dia ambil diam-diam.

"Terserah kau saja. Aku tidak mau menyimpan foto bokong seorang pria tua." Teus bangkit dari tempat duduk dan membereskan laptopnya. Papan tulis putih yang berfungsi sebagai layar tidak lagi menampilkan gambar Carlos dan Johan.

"Baiklah. Prioritas kita adalah menemukan Carlos dan meminta keterangannya. Bagaimana dengan saksi itu?" Rexon teringat Peter dan melirik pada Robert.

"Sudah kuantar sampai tempat tinggalnya. Anak itu masih syok, jadi aku akan coba pendekatan lagi besok dan meminta pengamanan ditempatkan di sekitarnya." Robert melapor dengan santai sambil memasukkan foto ke dalam kantung baju.

"Baik, aku izinkan. Tempatkan dua orang dan ajukan ke bagian administrasi biar mereka yang menyampaikan terusan ke kepolisian setempat."

"Dimengerti."

"Kalau begitu aku akan mencari lokasi Carlos agar segera membawanya kemari." Teus menaruh laptop di meja dan berdiri di samping Robert.

"Aku akan mencari petunjuk mengenai Johan dan aktivitasnya belakangan ini," ujar Alf kemudian.

Rexon mengangguk sekali. "Kerja bagus semuanya. Silakan beristirahat." Suaranya tenang dan berat. Robert dan Teus pamit undur diri. Alf mengamati punggung mereka yang menghilang di balik pintu.

"Rexon."

"Hm?" Rexon menoleh dan sedikit menundukkan kepala hingga pandangan bertemu dengan Alf yang sedang duduk.

Find The SinnerWhere stories live. Discover now