Bab 7

10 2 0
                                    


"Robert!"

Rexon menoleh ke arah Robert yang berada di belakangnya. "Gali keterangan dari anak itu, pastikan keamanannya dan jika perlu, bawa dia ke tempat yang lebih tenang."

Robert mengangguk sekali. Ia bergegas ingin menghampiri anak tersebut, namun panggilan Rexon kembali menghentikannya.

"Bawa Teus bersamamu."

"Hah? Rexon, kau tidak salah? Aku harus memeriksa CCTV!" Teus terkejut mendengar penuturan Rexon yang memintanya menemani Robert melakukan interogasi. Tidak seperti biasanya.

"Aku tidak masalah melakukannya sendiri," ujar Robert seolah tahu maksud Teus yang tidak senang menemaninya melakukan integorasi.

Rexon menatap kedua rekan di hadapannya bergantian. Ada alasan mengapa ia menyatukan dua karakter yang saling bertolak belakang tersebut. Dia ingin membentuk tim dua orang dalam menangani kasus Johan tapi tidak secara langsung. Sejak memasuki gedung museum ini, perasaan Rexon tidak tenang. Pikiran Rexon masih teringat peringatan dari Hammer, mungkin saja anak buah Diaz sudah ditempatkan untuk mengawasi pergerakan timnya.

"Lakukan saja. Kau bisa melakukan tugasmu sambil menemani Robert. Aku yakin kalian bisa saling membatu," ucap Rexon dengan lugas sekaligus menyemangati.

Teus mendengkus mendengar penuturan Rexon. Ia begegas pergi, lalu Robert menyusul dengan wajah biasa tanpa protes.

Alf melipat kedua di depan dada. Matanya menatap tajam punggung Teus yang berjalan cepat menuju pemuda berusia sekitar sembilan belas tahun itu, lalu beralih ke Robert yang berjalan santai tak jauh mengekor.

"Kombinasi yang unik," gumamnya bermonolog.

Alf menolehkan kepala untuk melihat TKP tempat mayat Johan sedang di identifikasi oleh tim forensik. Wajahnya terlihat biasa saja, tapi pupil matanya membesar untuk seperkian detik lalu kembali normal dan memincing ke sudut ruangan. Ekor matanya tidak sengaja menangkap sesosok orang mencurigakan. Orang itu mengenakan pakaian seperti tim forensik dan terlihat celingak-celinguk, bersembunyi di balik tembok yang mengarah pada sektor seni lukis dan jalan keluar gedung bagi pengunjung. Tidak lama kemudian sosoknya menghilang.

Alf hendak mengejar orang tersebut tetapi, panggilan Rexon yang meminta menyelidiki TKP bersama menggagalkan niatnya. Tempat itu sudah dipasang garis batas yang berarti hanya tim forensik atau seijin Zack saja yang boleh masuk.

Sepertinya keputusan Alf ikut tidak buruk. Rexon tiba-tiba ingin menerobos masuk padahal sudah ditahan oleh salah satu petugas dari tim forensik yang berjaga. Mendengar keributan kecil itu, Zack yang fokus dan ingin menyentuh mayat Johan terpaksa menahan gerakan tangannya lalu menoleh sambil menggeram.

Zack menghampiri Rexon dan berdiri tepat di depannya.

"Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Zack kesal.

Rexon mengembangkan senyum. "Biarkan aku masuk. Aku harus memastikan sesuatu."

"Tidak bisa," tolak Zack cepat tanpa ada niat untuk mendengar alasan apa pun Rexon.

"Aku belum melakukan penyelidikan TKP."

"Kau bisa melakukannya setelah mendengar hasil dari tim forensik."

"Ayolah Zack!"

Zack menghela napas berat. "Tidak bisa. TKP sudah diambil alih forensik. Kau harus menunggu," tegas Zack.

"Sepuluh menit! Kau bisa mengusirku setelah itu." Rexon ingin melihat secara langsung TKP dan mayat Johan. Saat penayangan berlangsung, dirinya tertarik dengan bunga yang mengelilingi mayat Johan.

Find The SinnerWhere stories live. Discover now