Bab 6

10 2 0
                                    


Hammer mendelik mendengar permintaan Rexon yang terbilang spontan. Hammer tidak bisa memberikan hukuman atas tindakan Rexon padanya, apabila yang di depannya orang lain mungkin tangannya sudah memberi kode kepada Diaz untuk mengeksekusi di tempat.

"Tidak!" tegas Hammer.

"Percayakan pada saya, Pak. Saya akan menangkap pelakunya."

"Bagaimana kau akan menangkapnya? Bahkan kasus Federic saja kau menginginkan penyelidikan ulang! Ini bukan ladang bermain, Rexon!"

Kata-kata Hammer membuat Rexon diam sesaat. Ucapan orang tua itu tidak sepenuhnya salah, tapi Rexon teguh pada intuisinya saat melihat tayangan mayat Johan Macmilan.

"Saya yakin akan menuntaskan kasus ini, Pak!" Hammer menatap Rexon tajam, kedua tangannya bertaut, dan sikunya menempel di atas meja kayu. Anak pilihannya bahkan tak gentar menatap balik Hammer. Mata hijau Rexon memancarkan harapan dan keyakinan yang kuat, membuatnya teringat pada seseorang. Tekat bulat dan kecerobohan Rexon menjunjung keadilan, seperti orang naif tak ayal membuat Hammer menyinggung senyum kecil tanpa ada yang menyadari.

Melihat Hammer yang tidak merespon ucapannya, Rexon menegakkan tubuh, kedua tangannya diletakkan di sisi kanan-kiri, dankepalanya sedikit tertunduk. Hammer yang melihat sikap tubuh Rexon membelalakkan mata, sesaat ia hampir lupa caranya menghirup udara melalui hidung. Bukan hanya Hammer, Diaz yang berada di samping Hammer pun terkejut.

"Saya mohon, Pak," lirihnya lugas.

"Angkat kepalamu! Aku tidak mengajarkan kau untuk bersikap merendahkan diri seperti itu," ucap Hammer dengan nada melembut.

Hammer sudah lama mengenal Rexon dan mengetahui bakat anak itu, keyakinannya sampai membuat dia memohon seperti itu pasti ada sesuatu yang mengusik. Keputusannya menetapkan Rexon sebagai ketua tim dari unit besutannya bukan karena hubungan special melainkan bakat, dan Hammer hanya bisa mempercayai keyakinan Rexon.

"Hanya kali ini," lirihnya pasrah. Rexon mengangkat kepala saat mendengar suara Hammer.

"Setelah kau melakukan apa yang kuperintahkan sebelumnya, laporkan segala perkembangan kasus Johan Macmilan." Hammer menegakkan posisi duduk sambil melemaskan bahu, "Ingat! Jika kali ini gagal maka bukan hanya kau yang dikenakan sanksi," ujar Hammer dingin, memberi peringatan pada Rexon untuk tidak melakukan kesalahan yang sama—melanggar perintah dan bertindak tanpa melapor.

Mendengar hal itu, ada kekecewaan dalam raut wajah Rexon. Demi mendapatkan ijin menangani kasus Johan, kasus Federic harus dia akhiri dengan skenario yang salah. Selama rahasia ini tidak bocor, publik hanya akan mengikuti arus dan semua selesai dengan tenang. Mungkin, akan muncul asumsi publik baru bahwa kursi pemerintahan memang tidak ada kata adil, semua saling menyenggol untuk kepentingan pribadi. Masyarakat akan bimbang untuk memilih wakilnya, di saat itulah skenario baru untuk menarik simpatik masyarakat mulai dilancarkan. Lingkaran iblis, menurut Rexon.

Rexon pamit undur diri, mempersiapkan timnya menuju Distrik Tiga, museum Trois dѐ Louvre. Hammer memandang pintu kaca yang menutup perlahan sepeninggalan Rexon. Dia memerintahkan Diaz untuk menghubungi pihak kepolisian bahwa kasus Johan Macmilan akan diambil alih kesatuan khusus Heliparm. Diaz segera melakukan panggilan melalui benda pipih yang tersimpan di kantung baju. Setelah panggilan itu berakhir, matanya tertuju pada Hammer yang sedang memijat pelipis sambil bersandar pada punggung kursi.

"Anda yakin dengan keputusan ini?" ucap Diaz yang mempertanyakan keputusan orang tua yang dia hormati.

"Melarangnya pun percuma. Tatapan matanya membuatku tidak nyaman," keluh Hammer. Diaz berjalan ke meja kecil di sudut ruangan dekat kaca yang memperlihatkan suasana luar ruangan dengan jelas. Meja itu berfungsi sebagai tempat Diaz menyeduhkan minuman untuk Hammer ataupun tamu yang berkunjung.

Find The SinnerWhere stories live. Discover now