6.| Proklamasi

5 2 0
                                    


Pontianak 1941

Esok paginya musik tanjidor bergema mengiringi rombongan pengantin pria yg berjalan dari ujung gang..para ibu membawa hantaran di baki-baki perak bertutup taplak putih berenda..saat tiba di rumah pengantin wanita, disambut oleh hujan beras kuning dan acara berbalas pantun..Aku ada di situ..menyaksikan semua kemeriahan itu..

Terlebih lagi karena tahu sang pujaan hati ada di antara pemain musik itu..mengapakah aku yang merasa berdebar bak sang pengantin wanita?

Beginikah rasa bila telah terpanah asmara? Semua indah bagai lukisan..semua kemilau bagaikan permata..

Kuperbaiki penampilanku..merapatkan kerudung, meluruskan lipatan kain batikku..mudah-mudahan kebayaku ini serasi dengan kain batik dan kerudungku..terakhir kupastikan senyum termanisku saat bertabrakan pandangan dengannya..

Saat semua telah duduk di tempatnya dan menantikan saat ijab qobul tiba, terasa tanganku diraih seseorang dan ditarik menjauh keluar..Aku tahu itu dia..tanpa bicara kami menjauh dari situ.

Sepertinya kawan-kawannya telah biasa mendapati Hamid 'menghilang' dari posisinya.

Kami duduk di bawah pohon jambu yg telah ada beberapa kursi di bawahnya.

"Dinda sayang, kau cantik hari ini", rayunya.

"Biasa.. " sahutku, kau juga tampan sekali hari ini..sambungku dalam hati..
Kami berdua tak bisa menahan senyum..tapi untuk sekedar menautkan jemari pun tak sanggup.

"Kite di sini dulu, ye..aku rase mau dekat kau dulu...ndak mau jaoh.." Katanya manja.

Aduh kanda...tak tau lagi semerah apa pipi yg terasa panas ini.

Jadilah kami duduk bersebelahan dalam diam..tapi pikiran begitu riuh.

"Ani, Hamid!" Panggil seseorang...rupanya Yuni..ia mendatangi kami sambil sedikit menyingsing kain batiknya..lucu sekali, seperti kerepotan dgn selopnya yg tinggi.

"Kalian ini kucari kemana-mana..ayo ke rumah..kita mau berfoto. Tukang fotonya sudah datang."

Aku dan Hamid berpandangan...
"Ayo.." Yuni tak sabar lalu menggandeng tanganku..Hamid tersenyum mengikuti kami.

Dimulai dengan foto keluarga besar, bersama sanak saudara, bersama kerabat, dan akhirnya pasangan demi pasangan...tak bisa menolak saat Yuni memaksa Hamid dan aku berfoto berdua..ya..dan saat itu juga seperti menjadi semacam proklamasi kalau Hamid dan Ani adalah pasangan.

Orang-orang yang mengenal kami hanya tersenyum-senyum..aku malu luar biasa.

Ada yang menyeletuk ,"ikan sepat ikan gabus..lebih cepat lebih bagus"..padahal pantun itu kan tadi sudah diucap saat berbalas pantun...kentara ini mencolek kami.

Hamid tampak senang sekali..wajahnya tak henti berseri.

"Yok kite nikah jak...kan penghulunye masih ade.." Bisiknya.

"Kanda..ih" protesku.

"Gurau...aku cuma gurau.."

"Malu.." Bisikku.

Ayah Yuni malah urun bicara,"Semoga ananda Hamid dan Ani segera menyusul Yati dan Mardi ke pelaminan...saling menyayangi dan dikaruniai keturunan yang sholeh dan sholehah".

Dan semua berucap, "aamiin"

Kalau bisa mungkin aku sudah menutup muka dengan kedua tangan.

Tapi Hamid menangani keadaan dengan lebih baik, ia berujar,"Kami mohon doa restu bapak dan ibu sekalian agar dapat segera mewujudkan apa yang kita cita-citakan bersama...terima kasih atas doanya...dan doa yang sama untuk kedua mempelai yang berbahagia hari ini.."

Semua menyambut, "aamiin."

Pontianak, 17 Maret 2018

Kala kilau zamrud Khatulistiwa semakin berkurang, tergerus lahan perkebunan...dan Pontianak tetap saja bersinar, benderang di hati..menarik hati yang rindu nun jauh di sana untuk kembali..Tidakkah kau cinta Pontianak juga?

Kisah Nak Dare dan Pengayuh SampanWhere stories live. Discover now